Link Berikut Klik disini
LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU
A. Konsep
Dasar Penyakit
1.
Pengertian
Tuberculosis
paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat
juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus
limfe (Irman Somantri, 2008).
Tuberkulosis
adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui
udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk
dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain
saat bernapas (Widoyono, 2008)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang
menyerang pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu
mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2010).
Tuberkulosis
merupakan infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan infiltrasi paru dan
pembentukan granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan kavitasi. prognosis
penyakit ini sangat bagus dengan program pengobatan yang benar dan lengkap.
2.
Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk
batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
komponen M. tuberkulosis adalah berupa lemak atau lipid
sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia
dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai
daerah yang banyak oksigen. oleh karena itu, M. tuberkulosis senang
tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. daerah
tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
3. Patofisiologi
Ketika
seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja
keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat lainnya. Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei menguap.
Menguapnya bakteri droplei ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan
membuat bakteri tuberculosis yang mengandung dalam droplet nuclei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi
terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan
istilah air borne infection. Bakteri yang terhisap akan
melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli.
Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan
diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus
primer, lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe
regional, yang bersama dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer.
Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjdi sensitive
terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif terhadap
tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal
dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai
jalan, yaitu :
a.
Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi
lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau melalui sputum
menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
b.
Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat
saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara
tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan
menimbulkan tuberculosis milier.
c.
Aliran darah
Aliran vena
pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau mengangkat material yang
mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ
melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan
meningen.
d.
Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh
(inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri
tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman (tidur).
Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit keras atau memakai obat
yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis
yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut sebagai reaktivasi infeksi
primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun
setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat
diakibatkan oleh bakteri tuberculosis baru. Biasanya infeksi pasca primer
terjadi didaerah apeks paru.
Tuberkulosis Primer
Tuberculosis
primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi
spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup dari udara melalui
saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran
pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang
berada di alveolar. Jika pada proses ini bakter ditangkap oleh
makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makofag yang
lemah dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis
yang menarik monosit dan aliran darah membentuk tuberkel.
Bakteri
TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional
(hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral
sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4
minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri
TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon, sedangkan focus inisial
bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan disebut juga TB
Primer. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah
dan akan tersangkut pada berbagai organ. Jadi TB Primer merupakan
infeksi yang bersifat sistematis.
Tuberculosis
Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah
kecil bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak
90% di antaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi
bila daya tahan tubuh menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar
limfe regional dan organ lainnya jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan
terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma.
Nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang
luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif
akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa,
pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder adalah akibat
dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivitas).
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi
lanjutan dari sumber eksogan, terutama pada usia tua, yang semasa mudanya
pernah mempunyai riwayat terkena TB. Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan
paru, kerusakan paru diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas
yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal dan berisi pembuluh
darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal.
Masalah lain pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti
aspergillus yang menumbuhkan mycetoma (Isa,2001).
4. Manifestasi Klinis
Gejala
utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum,
malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.
Pasien TB Paru
menampakkan gejala klinis, yaitu :
e.
Tahap asimtomatis.
f.
Gejala TB Paru yang khas, kemudian stagnasi dan
regresi.
g.
Eksaserbasi yang memburuk
h.
Gejala berulang dan menjadi kronik.
Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :
a.
Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah,
dan lain-lain)
b.
Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c.
Secret di saluran napas dan ronkhi.
d.
Suara napas amforik karena adanya kavitas yang
berhubungan langsung dengan bronkus.
5.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan
Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini
tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT,
apakah sama baiknya dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkap sering
kali yang terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi
pada penyembuhan yang lengkap.
b.
CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan
meluasnya kerusakan paru.
c. Radiologis
TB Paru Milier
Pemeriksaan
Laboratorium
Diagnostic
terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui
isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium Tuberculosis
berupa :
a.
Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru
keluar.
b.
Urine. Urine pertama di pagi hari
c.
Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika
klien tidak dapat mengeluarkan sputum.
d.
Bahan-bahan lain, misalnya pus.
6. Komplikasi
a.
Kerusakan jaringan paru yang
masif
b.
Gagal napas
c.
Fistula bronkopleural
d.
Pneumotoraks
e.
Efusi Pleura
f.
Pneumonia
g.
Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial
kecil
h.
Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat
7. Penatalaksanaan
Zain (2010) membagi
penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu pencegahan,
pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
Pencegahan TB Paru
a.
Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu
yang bergaul erat dengan penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes
tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila
masih negative diberikan BCG vaksinasi.
b.
Mass chest X-ray, yaitu
pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu, misal : penghuni
rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi pesantren.
c.
Vaksinasi BCG
d.
Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB
selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit.
e.
Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang
penyakit tuberculosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat
rumah sakit.
Pengobatan
Tuberkulosis Paru
Berikut
penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat
anti-Tuberkulosis (OAT).
a.
Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah
cepat
·
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah
Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
·
Intraseluler, jenis obat yang
digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
b.
Aktivitas sterilisasi, terhadap the
persisters (bakteri semidormant).
·
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin
(R) dan Isoniazid (INH).
·
Intraseluler, untuk slowly growing
bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly
growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c.
Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai
aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri terhadap asam.
·
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah
Etambutol (E), asam pra amino salisilik (PAS), dan sikloserine.
·
Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh
Isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase
intensif ( 2-3 bulan ) dan fase lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang
digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004)
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal dengan Directly Observed Treatment Short Course
(DOTSC). Lima komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu :
a.
Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil
keputusan dalam penanggulangan TB.
b.
Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara
makroskopik langsung, dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
radiologis dan kultur.
c.
Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di
bawah pengawasan langsung oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana
penderita harus minum obat setiap hari.
d.
Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek
yang cukup.
e.
Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Penemuan
penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan
IV. Kategori ini didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.
B. Konsep proses keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a)
Biodata
Nama, umur, kuman TBC
menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita TB patu yang lain.
b)
Keluhan Utama
·
Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah,
sesak napas, nyeri dada.
·
Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan
keluahn sistemis lainnya seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat
malam.
c)
Riwayat penyakit sekarang
Meliputi
keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu
badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d)
Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian
yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB seperti diabetes mellitus.
e)
Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB
Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor
predisposisi penularan di dalam rumah
Pemeriksaan
a)
Pemeriksaan Umum
Klien
dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi meningkat,
hipertensi.
b)
Pemeriksaan Fisik
B1
(Breathing)
·
Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan
pernapasan. Adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada
antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Gerakan pernapasan
tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit pergerakan dadanya tertinggal. Batuk
dan sputum.
·
Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks
anterior / ekskrusi pernapasan.
·
Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang
paru.
·
Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2
(Blood)
·
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan
kelemahan fisik.
·
Palpasi : denyut nadi perifer
melemah.
·
Perkusi : batas jantung mengalami
pergeseran.
·
Auskultasi : TD normal, tidak
terdapat bunyi jantung tambahan.
B3
(Brain)
·
Kesadaran compos mentis.
B4
(Bladder)
Dibiasakan
dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi
ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT.
B5
(Bowel)
Biasanya
mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6
(Bone)
Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga tidak teratur.
2. Diagnosa
keperawatan
1. Bersihan
jalan napas tidak efektif b/d secret kental dan mengandung nanah, Fatigue, kemampuan
batuk kurang, edema trachea/faring
2. Ketidakefektifan
pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan
cairan dalam rongga pleura.
3. Gangguan
pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan
membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial.
3. Rencana
keperawatan
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Intervensi
|
||
Tujaun/KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
||
1.
|
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d
- Sekret
kental atau mengandung darah
- Fatigue
- Kemampuan
batuk kurang
- Edema
trakea / faring
|
Jalan napas bersih dan efektif setelah….hari
perawatan
KH :
a. Pasien menyatakan bahwa batuk berkurang,
tidak ada sesak dan secret berkurang.
b.suara napa normal
(vesikuler)
c.frekuensi napas 16-20
kali permenit (dewasa)
d. tidak ada dispnea
|
Independen
1)
Mengkaji fungsi
respirasi antara lain suara, jumlah, irama, dan kedalaman napas serta catatan
pula mengenai penggunaan otot napas tambahan
2)
Mencatat kemampuan
untuk
Mengeluarkan
3)
secret/batuk
secara efektif.
4)
Mengatur posisi
tidur semi atau high fowler.
5)
Membantu pasien
untuk berlatih batuk secara efektif dan menarik napas dalam
|
1)
Adanya perubahan
fungsi respiasi dan penggunaan otot tambahan menandakan kondisi penyakit yang
masih dalam kondisi penanganan penuh.
2)
Ketidakmampuan
mengeluarkan secret menjadikan timbulnya penumpukan berlebihan pada saluran
pernapasan.
3)
posisi semi/high
fowler memberikan kesempatan paru-paru berkembang secara maksimal akibat
diafragma turun ke bawah. Batuk efektif mempermudah ekspektorasi mucus.
4)
Pasien dalam
kondisi sesak cenderung untuk bernapas melalui mulut yang jika tidak
ditindaklanjuti akan mengakibatkan stomatitis.
5)
Air digunakan untuk
menggantikan keseimbangan cairan tubuh akibat cairan banyak keluar melalui
pernapasan. Air hangat akan mempermuda pengenceran secret melalui proses
konduksi yang mengakibatkan arteri pada area sekitar leher vasodilatasi dan
mempermudah cairan dalam pembuluh darah dapat diikat oleh mucus/secret.
a.
|
2.
|
Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
|
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan
intervensi pola napas kembali efektif.
KH :
a. Klien
mampu melakukan batuk efektif.
b. Irana,
frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal, pada
pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi napas
terdengar jelas.
|
a. Identifikasi
factor penyebab.
b. Kaji
fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis, dan
perubahan tanda vital.
c. Berikan
posisi fowler/semifowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit, bantu klien
latihan napas dalam dan batuk efektif.
d. Auskultasi
bunyi napas
e. Kaji
pengembangan dada sdan posisi trachea.
f. Kolaborasi
untuk tindakan thorakosentesis atau WSD
g. Bila
dipasang WSD : periksa mengontrol pengisap dan jumlah isapan yang benar.
h. Periksa
batas cairan pada botol pengisap dan pertahankan pada batas yang ditentukan.
i. Observasi
gelembung udara dalam botol penampung
An Setelah WSD dilepas, tutup sisi lubang masuk
dengan kassa steril dan observasi tanda yang dapat menunjukkan berulangnya
pneumothorak seperti napas pendek keluhan nyeri.
|
a. Dengan
mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis efusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b. Distress pernapasan
dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan
nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok akibat hipoksia.
c. Posisi
fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan secret ke jalan
napas besar untuk dikeluarkan.
d. Bunyi
napas dapat menurun atau tidak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus,
segmen paru, atau seluruh area paru.
e. Ekspansi
paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea kea rah sisi yang sehat pada
tension pneumothorak.
f. Bertujuan
sebagai evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru secara
maksimal.
g. Bertujuan
sebagai evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru secara
maksimal.
h. Air
dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara atmosfer
masuk kedalam pleura.
i. Gelembung
udara selama ekspirasi menunjukkan keluarnya udara dari pleura sesuai dengan
yang diharapkan. Gelembung biasanya menurun seiring dengan bertambahnya
ekspansi paru. Tidak adanya gelembung udara dapat menunjukkan bahwa ekspansi
paru sudah optimal atau tersumbatnya selang drainese.
j. Deteksi
dini terjadinya komplikasi penting seperti berulangnya pneumothoraks.
|
3.
|
Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler, dan edema
bronchial.
|
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan
gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
KH :
a. Melaporkan
penurunan dispnea.
b. Klien
menunjukkan tidak ada gejala distres pernapasan.
c. Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat gas darah arteri dalam
rentang normal.
|
Mandiri
a. Kaji
dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi
thoraks, dan kelemahan.
b.Evaluasi perubahan tingkat
kesadaran, catat sianosis, dan
perubahan warna kulit,
termasuk membrane mukosa
dan kuku.
c.Tunjukkan dan dukung
pernapasan bibir selama
ekspirasi khusunya untuk
klien dengan fibrosis dan
kerusakan parenkim paru.
d.Tingkatkan tirah baring,
batasi aktivitas, dan bantu
kebutuhan perawatan diri
sehari-hari sesuai keadaan
klien.
Kolaborasi
a. Pemeriksaan
AGD
b. Pemberian
oksigen sesuai kebutuhan tambahan.
c. Kortikosteroid.
|
d. TB
paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronchopneumonia
sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis yang
luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea
berat, sampai distress pernapasan.
b.Akumulasi secret dan
berkurangnya jaringan paru yang
sehat dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan
jaringan tubuh.
c.Membuat tahanan melawan udara
luar untuk mencegah kolaps atau
penyempitan jalan napas sehingga
membantu menyebarkan udara
melalui paru dan mengurangi
napas pendek.
d.Menurunkan konsumsi oksigen
selama periode penurunan
pernapasan dan dapat
menurunkan beratnya gejala.
a. Penurunan
kadar O2 atau saturasi dan peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi atau perubahan program terapi.
b. Terapi
oksigen dapat mengoreksi hipoksia yang terjadi akibat penurunan ventilasi
atau menurunnya permukaan alveolar kapiler.
c. Kortikosteroid
berguna dengan keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan.
|
DAFTAR PUSTAKA
· Doenges, 2000.
“Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3.” Jakarta : EGC.
· Kapita
Selekta Penyakit Nurse’s Quick Check. edisi 2, alih bahasa Dwi Widiarti, 2011.
Jakarta : EGC
· Mansjoer,
Arif, Kartini, dkk. 1999. “Kapita Selekta Kedokteran.” Fakultas
Kedokteran UI : Media Aesculapius.
· Muttaqin,
Arif, 2008. “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.” Jakarta
: Salemba Medika.
· Smeltzer,
S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi 12”. Jakarta
: EGC,
· Somantri,
Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.
· Wilkinson
Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment