Sunday, February 17, 2019

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

Link Berikut Klik disini

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

A.    Konsep Dasar Penyakit
1.      Pengertian
Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman Somantri, 2008).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara   (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2010).
Tuberkulosis merupakan infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan infiltrasi paru dan pembentukan granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan kavitasi. prognosis penyakit ini sangat bagus dengan program pengobatan yang benar dan lengkap.

2.      Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M. tuberkulosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. oleh karena itu, M. tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.


3.      Patofisiologi
Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei menguap. Menguapnya bakteri droplei ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang mengandung dalam droplet nuclei terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air borne infection. Bakteri yang terhisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus primer, lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjdi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu :
a.       Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
b.       Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier.
c.       Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau mengangkat material yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
d.      Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman (tidur). Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit keras atau memakai obat yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut sebagai reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberculosis baru. Biasanya infeksi pasca primer terjadi didaerah apeks paru.

Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveolar. Jika pada proses ini bakter ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makofag yang lemah dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis yang menarik monosit dan aliran darah membentuk tuberkel.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon, sedangkan focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan disebut juga TB Primer. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada  berbagai organ. Jadi TB Primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.



Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ lainnya jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa, pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas).
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogan, terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat terkena TB. Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal dan berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal. Masalah lain pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan mycetoma (Isa,2001).


4.      Manifestasi Klinis
Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.

Pasien TB Paru menampakkan gejala klinis, yaitu :
e.       Tahap asimtomatis.
f.       Gejala TB Paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi.
g.       Eksaserbasi yang memburuk
h.      Gejala berulang dan menjadi kronik.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :
a.       Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b.      Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c.       Secret di saluran napas dan ronkhi.
d.      Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.


5.      Pemeriksaan penunjang
a.       Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT, apakah sama baiknya dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkap sering kali yang terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap.
b.      CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan paru.
c.       Radiologis TB Paru Milier

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium Tuberculosis berupa :
a.     Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
b.    Urine. Urine pertama di pagi hari
c.     Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak dapat mengeluarkan sputum.
d.     Bahan-bahan lain, misalnya pus.


6.      Komplikasi
a.        Kerusakan jaringan paru yang masif
b.       Gagal napas
c.        Fistula bronkopleural
d.      Pneumotoraks
e.       Efusi Pleura
f.       Pneumonia
g.      Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
h.      Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat



7.      Penatalaksanaan
Zain (2010) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
Pencegahan TB Paru
a.       Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin,  klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative diberikan BCG vaksinasi.
b.      Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu, misal : penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi pesantren.
c.       Vaksinasi BCG
d.      Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
e.       Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.

Pengobatan Tuberkulosis Paru
Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT).
a.       Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
·         Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
·          Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
b.      Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
·         Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
·         Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c.       Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri terhadap asam.
·         Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino salisilik (PAS), dan sikloserine.
·         Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.


Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004)
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu :
a.       Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
b.       Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
c.       Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan langsung oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.
d.      Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
e.       Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Penemuan penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV. Kategori ini didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.




B.     Konsep proses keperawatan
1.      Pengkajian keperawatan
a)      Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
b)       Keluhan Utama
·         Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
·         Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
c)      Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d)     Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB seperti diabetes mellitus.
e)      Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor predisposisi penularan di dalam rumah

 Pemeriksaan
a)      Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi meningkat, hipertensi.
b)      Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
·         Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.
·         Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi pernapasan.
·         Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
·         Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2 (Blood)
·         Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
·          Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
·          Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
·          Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
·         Kesadaran compos mentis.
B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT.
B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.

2.      Diagnosa keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret kental dan mengandung nanah, Fatigue, kemampuan batuk kurang, edema trachea/faring
2.      Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3.      Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial.

























3.      Rencana keperawatan
No.
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi
Tujaun/KH
Intervensi
Rasional
1.
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d
-       Sekret kental atau mengandung darah
-       Fatigue
-       Kemampuan batuk kurang
-       Edema trakea / faring
Jalan napas bersih dan efektif setelah….hari perawatan
KH :
a. Pasien menyatakan bahwa batuk berkurang, tidak ada sesak dan secret berkurang.
b.suara napa normal
   (vesikuler)
c.frekuensi napas 16-20
  kali permenit (dewasa)
d. tidak ada dispnea
Independen
1)      Mengkaji fungsi respirasi antara lain suara, jumlah, irama, dan kedalaman napas serta catatan pula mengenai penggunaan otot napas tambahan
2)      Mencatat kemampuan untuk
Mengeluarkan
3)      secret/batuk
secara efektif.
4)      Mengatur posisi tidur semi atau high fowler.
5)      Membantu pasien untuk berlatih batuk secara efektif dan menarik  napas dalam

1)      Adanya perubahan fungsi respiasi dan penggunaan otot tambahan menandakan kondisi penyakit yang masih dalam kondisi penanganan penuh.
2)       Ketidakmampuan mengeluarkan secret menjadikan timbulnya penumpukan berlebihan pada saluran pernapasan.
3)      posisi semi/high fowler memberikan kesempatan paru-paru berkembang secara maksimal akibat diafragma turun ke bawah. Batuk efektif mempermudah ekspektorasi mucus.
4)      Pasien dalam kondisi sesak cenderung untuk bernapas melalui mulut yang jika tidak ditindaklanjuti akan mengakibatkan stomatitis.
5)      Air digunakan untuk menggantikan keseimbangan cairan tubuh akibat cairan banyak keluar melalui pernapasan. Air hangat akan mempermuda pengenceran secret melalui proses konduksi yang mengakibatkan arteri pada area sekitar leher vasodilatasi dan mempermudah cairan dalam pembuluh darah dapat diikat oleh mucus/secret.

a.       
2.
Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola napas kembali efektif.
KH :
a.    Klien mampu melakukan batuk efektif.
b.    Irana, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal, pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi napas terdengar jelas.
a.       Identifikasi factor penyebab.



b.    Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.


c.    Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit, bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektif.

d.   Auskultasi bunyi napas



e.    Kaji pengembangan dada sdan posisi trachea.


f.     Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis atau WSD


g.    Bila dipasang WSD : periksa mengontrol pengisap dan jumlah isapan yang benar.
h.    Periksa batas cairan pada botol pengisap dan pertahankan pada batas yang ditentukan.
i.      Observasi gelembung udara dalam botol penampung

An Setelah WSD dilepas, tutup sisi lubang masuk dengan kassa steril dan observasi tanda yang dapat menunjukkan berulangnya pneumothorak seperti napas pendek keluhan nyeri.
a.    Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b.    Distress  pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok akibat hipoksia.
c.    Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan secret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
d.   Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus, segmen paru, atau seluruh area paru.
e.    Ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea kea rah sisi yang sehat pada tension pneumothorak.
f.     Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru secara maksimal.
g.    Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru secara maksimal.
h.    Air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara atmosfer masuk kedalam pleura.
i.      Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan keluarnya udara dari pleura sesuai dengan yang diharapkan. Gelembung biasanya menurun seiring dengan bertambahnya ekspansi paru. Tidak adanya gelembung udara dapat menunjukkan bahwa ekspansi paru sudah optimal atau tersumbatnya selang drainese.
j.      Deteksi dini terjadinya komplikasi penting seperti berulangnya pneumothoraks.
3.
Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
KH :
a.    Melaporkan penurunan dispnea.
b.    Klien menunjukkan tidak ada gejala distres pernapasan.
c.    Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat gas darah arteri dalam rentang normal.
Mandiri
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan kelemahan.





b.Evaluasi perubahan tingkat
   kesadaran, catat sianosis, dan
   perubahan warna kulit,
   termasuk membrane mukosa
   dan kuku.
c.Tunjukkan dan dukung
   pernapasan bibir selama
   ekspirasi khusunya untuk
   klien dengan fibrosis dan
   kerusakan parenkim paru.

d.Tingkatkan tirah baring,
   batasi aktivitas, dan bantu
   kebutuhan perawatan diri
   sehari-hari sesuai keadaan
   klien.
Kolaborasi
a.    Pemeriksaan AGD

b.    Pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan.
c.    Kortikosteroid.

d.                  TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronchopneumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat, sampai distress pernapasan.
b.Akumulasi secret dan
   berkurangnya jaringan paru yang
   sehat dapat mengganggu
   oksigenasi organ vital dan
   jaringan tubuh.
c.Membuat tahanan melawan udara
   luar untuk mencegah kolaps atau
   penyempitan jalan napas sehingga
   membantu menyebarkan udara
   melalui paru dan mengurangi
   napas pendek.
d.Menurunkan konsumsi oksigen
   selama periode penurunan
   pernapasan dan dapat
   menurunkan beratnya gejala.


a.    Penurunan kadar O2 atau saturasi dan peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi atau perubahan program terapi.
b.    Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksia yang terjadi akibat penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar kapiler.

c.    Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.





































DAFTAR PUSTAKA

·         Doenges, 2000. “Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3.” Jakarta : EGC.
·         Kapita Selekta Penyakit Nurse’s Quick Check. edisi 2, alih bahasa Dwi Widiarti, 2011. Jakarta : EGC
·         Mansjoer, Arif, Kartini, dkk. 1999. “Kapita Selekta Kedokteran.” Fakultas Kedokteran UI : Media Aesculapius.
·         Muttaqin, Arif, 2008. “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.” Jakarta : Salemba Medika.
·         Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi 12”. Jakarta : EGC,
·         Somantri, Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.
·         Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta : EGC


No comments:

Post a Comment

MENCUCI TANGAN DENGAN LARUTAN BERBAHAN DASAR ALKOHOL

LOGO RUMAH SAKIT MENCUCI TANGAN DENGAN LARUTAN BERBAHAN DASAR ALKOHOL NomorDokumen :     /RS UD ...