Sunday, February 17, 2019

LAPORAN PENDAHULUAN DBD

Link Berikut Klik disini

LAPORAN PENDAHULUAN DBD

A.    Konsep Dasar Penyakit
1.      Pengertian
Demam dengue/DHF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemoragic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diastesis haemoragic (Suhendro, dkk, 2007 : 1709).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodbom virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti) (ngastiyah, 2005 : 368)
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 tipe serotipe virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manisfestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya rejatan (sindrom rejatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Abdul Rohim, dkk, 2002 : 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).

2.      Etiologi
a.       Virus dengue
Deman dengue dan demamm berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip terbanyak (Suhendro, 2007 : 1709).
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :
a.       Menginfeksi lebih banyak sel,
b.      Membentuk virus progenik,
c.       Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
d.      Menghindari respon imun mekanisme efektor
b.      Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
c.       Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.

3.      Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam. Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati, dan limfa. Ruam pada DBD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena fatofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotinin serta aktivasi sistem kalikten yang berakibat mengurangnya volume palsma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat-saat permulaan demam dan mencapai puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopoi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya mega karoisit muda dalam sus-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.


4.      Manifestasi klinik
a.       Demam tinggi 5-7 hari.
b.      Perdarahan, terutama perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis, hematoma.
c.        Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
d.      Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi.
e.       Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati.
f.       Sakit kepala.
g.      Pembengkakan sekitar mata.
h.      Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
i.        Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

5.      Pemeriksaan penunjang
a.       Uji Torniquet
Tes tourniquet (Rumpel-Lende)/ tes kerapuhan kapiler merupakan metode diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada pasien. Penilaian kerapuhan dinding kapiler digunakan untuk mengidentifikasi trombositopinia. Metode ini merupakan syarat diagnosis DBD menurut WHO. Langkah tes torniquet :
1)      Pra Analitik
·         Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
·         Prinsip : Membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah vena. Dengan terjadinya anoksia dan penambahan tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika ketahanan kapiler turun akan timbul petechie  dikulit
·         Alat bahan : tensimeter, stetoskop, timer, spidol
2)      Analitik
·         Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Tentukan tekanan sistolik (TS) dan tekanan diastolik (TD)
·         Buat lingkaran pada volar lengan bawah dengan radius 3cm,
·         Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS+TD), pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
·         Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam lingkaran yang dibuat

b.      Labolatorium
1)      Hb dan PCV meningkat ( ³ 20% )
2)      Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )
3)      Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
4)      Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
5)      Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit > 20 %. Meningginya hematokrit sangat berhubungan dengan beratnya renjatan. Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan  darah dan nadi, oleh kerena itu pemeriksan hematokrit secara berkala dapat menentukan sat yang tepat penghentian pemberian cairan atau darah.
6)      Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit sampai dibawah 100.000 mm3
7)      Sediaan hapusan darah tepi, terdapat fragmentosit, yang  menandakan terjadinya hemolisis
8)      Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari bermacam jenis sel
9)      Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi hiponatremi karena adanya kebocoran plasma,anoreksia, keluarnya keringat, muntah dan intake yang kurang
·         Hiperkalemi , asidosis metabolic
·         Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun, Serum transaminasi meningkat.

6.      komplikasi
a.       Ensefalopati dengue
b.      Kelainan ginjal
c.       Udem paru.

7.      Penatalaksanaan
a.       Indikasi rawat tinggal
·         Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang ) atau kejang-kejang.
·         Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif / negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.
·         Panas disertai perdarahan
·         Panas disertai renjatan.
b.      Fase Demam
Hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak, inguinal. Bila cairan oral tidak dapat diberikan karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, namun antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
c.        Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel dibawah ini :

Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu masuk RS ( kg )
Jumlah cairan ml/kg berat badan per hari
<7
220
7 - 11
165
12-18
132
>18
88

Kebutuhan cairan Rumatan
Berat Badan ( kg )
Jumlah cairan ml
10
100 per kg BB
10 - 20
1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
>20
15000 x kg (diatas 20 kg)

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)
1)      Kristaloid
·         Larutan ringer laktat (RL)
·         Larutan ringer asetat (RA)
·         Larutan garam faali (GF)
·         Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
·         Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
·         Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
·          (Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran)
2)      Koloid
·         Dkstran 40
·         Plasma
·         Albumin

d.      Syok Sindrom Dengue
1)       Penggantian volume segera
·         Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan  diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur 10 mm/kg BB/jam.
·         Bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam.
·         Bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
·         Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar.
·         Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
·         Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
2)      Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.

B.     Konsep proses keperawatan
1.      Pengkajian keperawatan
a)      Identitas
·         Umur: DHF merupakan penyakit tropik yang sering menyebabkan kematian pada anak dan remaja.
·          Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
·         Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat. biasanya nyamuk pembawa vector banyak ditemukan pada daerah yang banyak genangan air atau didaerah yang lembab.
b)                  Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, terdapat petechie pada seluruh kulit, perdarahan gusi, neyri epigastrium, epistaksis, nyeri pada sendi-sendi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun
c)                  Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
d)                  Riwayat penyakit terdahulu
Ada kemungkinan anak yang telah terinfeksi penyakit DHf bisa terulang terjangkit DHF lagi, tetapi penyakit ini tak ada hubungan dengan penyakit yang perna  diderita dahulu
e)                  Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, Penyakit DHF dibawah oleh nyamuk jadi bila terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit ini  dalam satu rumah besar kemungkinan tertular karena penyakit ini ditularkan lewat gigitan nyamuk.
f)                   Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat tinggal nyamuk ini adalah lingkungan yang kurang pencahayaan dan sinar matahari, banyak genangan air, vas bunga yang jarang diganti airnya, kaleng bekas tempat penampungan air, botol dan ban bekas. Tempat –tempat seperti ini biasanya banyak dibuat sarang nyamuk Janis ini. Perlu ditanyakan pula apakah didaerah itu ada riwayat wabah DHF karena inipun juga dapat terulang kapan-kapan
g)                  Riwayat Tumbuh Kembang
h)                  Pengkajian Per Sistem
·         Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
·         Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS
·         Sistem Cardiovaskuler
Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
·         Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
·         Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
·         Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.

2.      Diagnosa keperawatan
a.       Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit
b.      Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c.       Resiko infeksi berhubungan dengan Peningkatan resiko masuknya organisme patogen

3.      Rencana keperawatan

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1
Nyeri
Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.

Batasan karakteristik :
-          Laporan secara verbal atau non verbal
-          Fakta dari observasi
-          Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
-          Gerakan melindungi
-          Tingkah laku berhati-hati
-          Muka topeng
-          Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
-          Terfokus pada diri sendiri
-          Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
-          Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
-          Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
-          Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
-          Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) 
-          Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
NOC :
v  Pain Level,
v  Pain control,
v  Comfort level
Kriteria Hasil :
1.       Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2.       Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3.       Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4.       Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5.       Tanda vital dalam rentang normal
NIC : Pain Management
1)       Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2)      Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3)       Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4)      Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5)      Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6)      Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
7)      Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8)      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9)      Kurangi faktor presipitasi nyeri
10)   Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
11)    Kaji tipe dan sumber nyeri
2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.

Batasan karakteristik :
-    Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
-    Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
-    Membran mukosa dan konjungtiva pucat 
-    Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
-    Luka, inflamasi pada rongga mulut
-    Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
-    Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
-    Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
-    Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
-    Miskonsepsi
-    Kehilangan BB dengan makanan cukup
-    Keengganan untuk makan
-    Kram pada abdomen
-    Tonus otot jelek
-    Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
-    Kurang berminat terhadap makanan
-    Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
-    Diare dan atau steatorrhea
-    Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
-    Suara usus hiperaktif
-    Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
NOC :
v  Nutritional Status : food and Fluid Intake
v  Nutritional Status : nutrient Intake
v  Weight control
Kriteria Hasil :
1.       Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2.       Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3.       Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4.       Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5.       Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6.       Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC :
Nutrition Management
1)       Kaji adanya alergi makanan
2)      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3)      Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4)      Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5)      Berikan substansi gula
6)      Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7)      Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8)      Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9)      Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10)   Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11)    Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

3
Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen

Faktor-faktor resiko :
-          Prosedur Infasif
-          Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen
-          Trauma
-          Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
-          Ruptur membran amnion
-          Agen farmasi (imunosupresan)
-          Malnutrisi
-          Peningkatan paparan lingkungan patogen
-          Imonusupresi
-          Ketidakadekuatan imum buatan
-          Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
-          Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)
-          Penyakit kronik
NOC :
v  Immune Status
v  Knowledge : Infection control
v  Risk control
Kriteria Hasil :
1.       Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2.       Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
3.       Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4.       Jumlah leukosit dalam batas normal
5.       Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
1)       Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2)      Pertahankan teknik isolasi
3)      Batasi pengunjung bila perlu
4)      Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5)      Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6)      Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
7)      Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8)      Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9)      Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
10)   Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
11)    Tingktkan intake nutrisi
12)   Berikan terapi antibiotik bila perlu































DAFTAR PUSTAKA

Djamin, Sumarjo. 2013. Laporan Pendahuluan DBD/DHF.
http://Aryoxkepuitblogspot.com (Diakses pada 19 Januari 19.42)

Hidayat, A.Azis Alimul., 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak.Buku2.Penerbit Salemba Medika: Jakarta.

Khair. 2013. Laporan  Pendahuluan DBD pada anak.

Diakses pada 19 Januari 2014 19.44).

Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan
Keperawatan pada Anak. Sagung Seto: Jakarta.


No comments:

Post a Comment

MENCUCI TANGAN DENGAN LARUTAN BERBAHAN DASAR ALKOHOL

LOGO RUMAH SAKIT MENCUCI TANGAN DENGAN LARUTAN BERBAHAN DASAR ALKOHOL NomorDokumen :     /RS UD ...