Link Berikut Klik disini
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN DBD
A.
Konsep Dasar Penyakit
1.
Pengertian
Demam
dengue/DHF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemoragic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diastesis haemoragic (Suhendro, dkk, 2007 :
1709).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh arbovirus (arthropodbom virus) dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti) (ngastiyah, 2005 : 368)
Demam
berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 tipe serotipe
virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manisfestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
sampai timbulnya rejatan (sindrom rejatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian (Abdul Rohim, dkk, 2002 : 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
2.
Etiologi
a. Virus dengue
Deman
dengue dan demamm berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip
terbanyak (Suhendro, 2007 : 1709).
Virus
Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1, 2, 3, 4).
Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus
Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis
protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu
disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel,
b. Membentuk virus progenik,
c. Menyebabkan reaksi inflamasi
hebat,
d. Menghindari respon imun
mekanisme efektor
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3,
dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes
albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita;
2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun
Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada
orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting
di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan
Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes
Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam
potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang
hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
c. Host
Jika seseorang mendapat
infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang
spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi
virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan
infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua
kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue
dari ibunya melalui plasenta.
3. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala
demam. Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, karena viremia seperti demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia di tenggorok,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial
seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati, dan limfa. Ruam pada
DBD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena fatofisiologi utama yang
menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan
serotinin serta aktivasi sistem kalikten yang berakibat mengurangnya volume
palsma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan.Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat-saat
permulaan demam dan mencapai puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan
renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Adanya kebocoran plasma ke daerah
ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu
rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopoi ternyata melebihi
jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera
diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan
klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif,
sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang
destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis yang bekerja
singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang biasanya
timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada
DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan
menungkatnya mega karoisit muda dalam sus-sum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan
dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam
sistem retikuloendotelial.
4. Manifestasi klinik
a.
Demam tinggi 5-7
hari.
b.
Perdarahan, terutama
perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis, hematoma.
c.
Epistaksis, hematemesis,
melena, hematuria.
d.
Mual, muntah, tidak
ada napsu makan, diare, konstipasi.
e.
Nyeri otot, tulang
dan sendi, abdomen dan ulu hati.
f.
Sakit kepala.
g.
Pembengkakan sekitar
mata.
h.
Pembesaran hati,
limpa dan kelenjar getah bening.
i.
Tanda-tanda renjatan (sianosis,
kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary reffil time
lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
5. Pemeriksaan penunjang
a.
Uji Torniquet
Tes
tourniquet (Rumpel-Lende)/ tes kerapuhan kapiler merupakan metode diagnostik klinis
untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada pasien. Penilaian kerapuhan
dinding kapiler digunakan untuk mengidentifikasi trombositopinia. Metode ini
merupakan syarat diagnosis DBD menurut WHO. Langkah tes torniquet :
1)
Pra Analitik
·
Persiapan pasien :
tidak memerlukan persiapan khusus
·
Prinsip : Membuat
kapiler anoksia dengan membendung daerah vena. Dengan terjadinya anoksia dan
penambahan tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika
ketahanan kapiler turun akan timbul petechie dikulit
·
Alat bahan :
tensimeter, stetoskop, timer, spidol
2)
Analitik
·
Pasang manset
tensimeter pada lengan atas. Tentukan tekanan sistolik (TS) dan tekanan
diastolik (TD)
·
Buat lingkaran pada
volar lengan bawah dengan radius 3cm,
·
Pasang lagi
tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS+TD), pertahankan tekanan ini
selama 5 menit.
·
Longgarkan manset
lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam lingkaran yang dibuat
b. Labolatorium
1) Hb dan PCV meningkat
( ³ 20% )
2) Leukopeni ( mungkin normal
atau lekositosis )
3) Serologi ( Uji H ): respon
antibody sekunder
4)
Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang
kali ( setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ),
Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
5)
Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai
hematokrit > 20 %. Meningginya hematokrit sangat berhubungan dengan beratnya
renjatan. Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan darah
dan nadi, oleh kerena itu pemeriksan hematokrit secara berkala dapat menentukan
sat yang tepat penghentian pemberian cairan atau darah.
6)
Trombositopenia, akan terjadi penurunan
trombosit sampai dibawah 100.000 mm3
7)
Sediaan hapusan darah tepi,
terdapat fragmentosit, yang menandakan terjadinya hemolisis
8)
Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik
disertai hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari
bermacam jenis sel
9)
Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi
hiponatremi karena adanya kebocoran plasma,anoreksia, keluarnya keringat,
muntah dan intake yang kurang
·
Hiperkalemi , asidosis metabolic
·
Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma
menurun, Serum transaminasi meningkat.
6. komplikasi
a.
Ensefalopati dengue
b.
Kelainan ginjal
c.
Udem paru.
7.
Penatalaksanaan
a.
Indikasi rawat tinggal
·
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas,
muntah, masukan kurang ) atau kejang-kejang.
·
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati,
uji tourniquet positif / negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb
dan PCV meningkat.
·
Panas disertai perdarahan
·
Panas disertai renjatan.
b.
Fase Demam
Hiperpireksia
dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak, inguinal. Bila cairan oral
tidak dapat diberikan karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik
kadang-kadang diperlukan, namun antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam
pada DBD.
c.
Penggantian
Volume Plasma
Dasar
patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan
suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Penggantian volume cairan harus
adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan
intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit
cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium
bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat
hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus
sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan
untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit
6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel dibawah ini :
Kebutuhan cairan pada
dehidrasi sedang (defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu
masuk RS ( kg )
|
Jumlah cairan ml/kg
berat badan per hari
|
<7
|
220
|
7 - 11
|
165
|
12-18
|
132
|
>18
|
88
|
Kebutuhan cairan Rumatan
Berat Badan ( kg )
|
Jumlah cairan ml
|
10
|
100 per kg BB
|
10 - 20
|
1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
|
>20
|
15000 x kg (diatas 20 kg)
|
Jenis Cairan (rekomendasi WHO)
1)
Kristaloid
·
Larutan ringer laktat (RL)
·
Larutan ringer asetat (RA)
·
Larutan garam faali (GF)
·
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL)
·
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat
(D5/RA)
·
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam
faali (D5/1/2LGF)
·
(Catatan:Untuk resusitasi syok
dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran)
2)
Koloid
·
Dkstran 40
·
Plasma
·
Albumin
d.
Syok Sindrom Dengue
1)
Penggantian volume segera
·
Pengobatan awal cairan intravena larutan
ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan diberikan secepat mungkin
maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai
berat BB ideal danumur 10 mm/kg BB/jam.
·
Bila tidak ada perbaikan pemberian
cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi
setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam.
·
Bila tidak ada perbaikan stop pemberian
kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam.
Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian
koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
·
Setelah pemberian cairan resusitasi
kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun,
diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah
segar.
·
Apabila kadar hematokrit tetap >
tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang
sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
·
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan
infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit. Pemeriksaan
Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma Pemberian cairan harus
tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dankadar hematokrit turun.
Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian
disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
2)
Koreksi Gangguan Metabolik dan
Elektrolit
Hiponatremia
danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis gas darah
dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.
B. Konsep proses keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a)
Identitas
·
Umur: DHF merupakan penyakit tropik yang sering menyebabkan kematian pada
anak dan remaja.
·
Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan
daripada anak laki-laki.
·
Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar
saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai
di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif
singkat. biasanya nyamuk pembawa vector banyak ditemukan pada daerah yang
banyak genangan air atau didaerah yang lembab.
b)
Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan
keluhan demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, terdapat
petechie pada seluruh kulit, perdarahan gusi, neyri epigastrium, epistaksis,
nyeri pada sendi-sendi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu
hati, mual dan nafsu makan menurun
c)
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan
adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan,
lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
d)
Riwayat penyakit terdahulu
Ada kemungkinan anak yang
telah terinfeksi penyakit DHf bisa terulang terjangkit DHF lagi, tetapi
penyakit ini tak ada hubungan dengan penyakit yang perna diderita
dahulu
e)
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF
pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, Penyakit DHF dibawah oleh
nyamuk jadi bila terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit
ini dalam satu rumah besar kemungkinan tertular karena penyakit ini
ditularkan lewat gigitan nyamuk.
f)
Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat yang sering
dijadikan tempat tinggal nyamuk ini adalah lingkungan yang kurang pencahayaan
dan sinar matahari, banyak genangan air, vas bunga yang jarang diganti airnya,
kaleng bekas tempat penampungan air, botol dan ban bekas. Tempat –tempat
seperti ini biasanya banyak dibuat sarang nyamuk Janis ini. Perlu ditanyakan
pula apakah didaerah itu ada riwayat wabah DHF karena inipun juga dapat
terulang kapan-kapan
g)
Riwayat Tumbuh Kembang
h)
Pengkajian Per Sistem
·
Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal,
epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar
ronchi, krakles.
·
Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan
kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS
·
Sistem Cardiovaskuler
Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji
tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan
sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
·
Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan
pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan
nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
·
Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam,
akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
·
Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada
grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III
dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
2. Diagnosa keperawatan
a.
Nyeri
sehubungan dengan proses patologi penyakit
b.
Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Resiko
infeksi berhubungan dengan Peningkatan resiko masuknya
organisme patogen
3.
Rencana keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1
|
Nyeri
Definisi :
Sensori yang tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi
Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari
ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi
dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
- Laporan secara verbal atau
non verbal
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk
menghindari nyeri
- Gerakan melindungi
- Tingkah laku berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang
dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan
dan minum
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi,
kimia, fisik, psikologis)
|
NOC :
v Pain Level,
v Pain control,
v Comfort level
Kriteria Hasil
:
1.
Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2.
Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3.
Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4.
Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang
5.
Tanda vital
dalam rentang normal
|
NIC
: Pain Management
1)
Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2)
Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3)
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4)
Kaji kultur
yang mempengaruhi respon nyeri
5)
Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau
6)
Evaluasi
bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7)
Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8)
Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9)
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10)
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
11)
Kaji tipe dan
sumber nyeri
|
2
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi
tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau lebih
di bawah ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan
yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
- Membran mukosa dan
konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang
digunakan untuk menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada rongga
mulut
- Mudah merasa kenyang,
sesaat setelah mengunyah makanan
- Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan
untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan
makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan atau
tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap
makanan
- Pembuluh darah kapiler
mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang
cukup banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
|
NOC :
v Nutritional Status : food and Fluid Intake
v Nutritional Status : nutrient Intake
v Weight control
Kriteria Hasil :
1.
Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2.
Berat badan
ideal sesuai dengan tinggi badan
3.
Mampumengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4.
Tidak ada
tanda tanda malnutrisi
5.
Menunjukkan
peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6.
Tidak terjadi
penurunan berat badan yang berarti
|
NIC :
Nutrition Management
1)
Kaji adanya
alergi makanan
2)
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3)
Anjurkan pasien
untuk meningkatkan intake Fe
4)
Anjurkan pasien
untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5)
Berikan
substansi gula
6)
Yakinkan diet
yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7)
Berikan makanan
yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8)
Ajarkan pasien
bagaimana membuat catatan makanan harian.
9)
Monitor jumlah
nutrisi dan kandungan kalori
10)
Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
11)
Kaji kemampuan
pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
|
3
|
Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan
resiko masuknya organisme patogen
Faktor-faktor resiko :
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan
untuk menghindari paparan patogen
- Trauma
- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan
- Ruptur membran amnion
- Agen farmasi
(imunosupresan)
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Ketidakadekuatan imum
buatan
- Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan
tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia,
cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)
- Penyakit kronik
|
NOC :
v Immune Status
v Knowledge : Infection
control
v Risk control
Kriteria Hasil
:
1.
Klien bebas
dari tanda dan gejala infeksi
2.
Mendeskripsikan
proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya,
3.
Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4.
Jumlah
leukosit dalam batas normal
5.
Menunjukkan
perilaku hidup sehat
|
NIC :
Infection
Control (Kontrol infeksi)
1)
Bersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien lain
2)
Pertahankan
teknik isolasi
3)
Batasi pengunjung
bila perlu
4)
Instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
5)
Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci tangan
6)
Cuci tangan
setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
7)
Gunakan baju,
sarung tangan sebagai alat pelindung
8)
Pertahankan
lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9)
Ganti letak IV
perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
10)
Gunakan kateter
intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
11)
Tingktkan intake
nutrisi
12)
Berikan terapi
antibiotik bila perlu
|
DAFTAR PUSTAKA
Djamin,
Sumarjo. 2013. Laporan Pendahuluan DBD/DHF.
http://Aryoxkepuitblogspot.com (Diakses pada 19 Januari 19.42)
Hidayat,
A.Azis Alimul., 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak.Buku2.Penerbit Salemba Medika: Jakarta.
Khair.
2013. Laporan Pendahuluan DBD pada anak.
Diakses pada 19 Januari 2014 19.44).
Suriadi
& Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan
Keperawatan pada Anak. Sagung Seto: Jakarta.
No comments:
Post a Comment