A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Pengertian
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan
baik oleh virus maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall,
2006). Pada diare infeksius umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar
dan pada ujung distal ileum. Dimana pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi
secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu,
motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah
besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus, dan pada
saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini ke depan.
Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus intestinal dari
infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera
(kadang oleh bakteri seperti basilus kolon patogen). Toksin kolera secara
langsung menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit yang berlebihan dari kripa
Lieberkühn pada ileum distal dan kolon. Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per
hari, walaupun kolon biasanya mengabsorpsi maksimum hanya 6-8 liter per hari.
Oleh karena itu, kehilangan cairan dan elektrolit dapat begitu mengganggu
beberapa hari sehingga dapat menimbulkan kematian.
Gastroenteritis atau diare adalah
defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa lendir dalam
tinja. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan berlangsung
kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer,dkk, 2000
dalam Wicaksono, 2011). Diare akut timbul secara mendadak dan berlangsung terus
secara beberapa hari (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011). Kehilangan cairan dan
garam dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi
timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada masukan. Lebih
banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan garam yang hilang.
Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering menyertai diare (Andrianto,
1995 dalam Nurmasarim 2010).
2. Epidemiologi/insiden
kasus
Gastroenteritis merupakan suatu
penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5 tahun. Gastroenteritis akut
terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di Indonesia merupakan
penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak – anak. Rotavirus adalah
penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara 7- 17 %
disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan ASI
lebih jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu
formula. (Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011). Data Departemen Kesehatan RI,
menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330
per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 – 2,2 episode diare setiap
tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita
adalah sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati, 2008).
Penyakit Diare Akut (DA) atau
Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80% terutama pada anak dibawah
umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24 bulan (Subianto, 2001
dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare menyebabkan 1
milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya. Pada tahun
1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare
sekitar 1,3 miliyar dan kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya
(Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Data statistik menunjukkan bahwa setiap
tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa penduduk Indonesia, dan dua pertiganya
adalah dari balita dengan angka kematian tidak kurang dari 600.000 jiwa. Di
beberapa rumah sakit di Indonesia ,
data menunjukkan bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama
sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu berhubungan
dengan hal-hal berikut: adanya travelling (domestik atau internasional),
kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan masa inkubasi
pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin
(Zein dkk., 2004).
3. Penyebab/Faktor
Predisposisi
Ditinjau dari sudut
patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut) ini dapat
dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
1)
Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
a) Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
b)
Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk .
c) Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis
lambia.
2)
Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin,
alergi.
b. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
1)
Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral).
2) KKP
(Kekurangan Kalori Protein).
3) BBLR
(Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono dkk.,1994 dalam
Wicaksono, 2011)
4. Patofisiologi
Penyakit
Sebagian besar diare akut di
sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi saluran cerna
antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan
elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel
epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah
masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus
enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya),
parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin
dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis
akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke
yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul
diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat
dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi
darah.
5. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Ditinjau dari ada atau tidaknya
infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
a) Diare
infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan Enterotolitis
nektrotikans.
b) Diare non spesifik : diare
dietetis.
2) Ditinjau dari organ yang terkena
infeksi diare :
a) Diare
infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan
oleh bakteri, virus dan parasit.
b) Diare
infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:
diare karena bronkhitis.
3) Ditinjau dari lama infeksi, diare
dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a) Diare
akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai
30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang
berakhir dalam 14 hari.
b) Diare
kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak
Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang, disetujui bahwa definisi diare
kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih (Sunoto, 1990).
6. Manifestasi
Klinis
Diare akut
karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus,
hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang,
mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik. Karena kehilangan bikarbonas,
perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah.
Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih
cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah,
pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan
darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat,
ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium
pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan
perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera
diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti
pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis
metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan
pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting
karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan
intravena tanpa alkali.
7.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran
composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak
cepat.
2. Pemeriksaan sistematik
:
· Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan
menurun,anus kemerahan.
·
Perkusi : adanya distensi abdomen.
·
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
· Auskultasi : terdengarnya bising usus.
8.
Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b.Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam
darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas
darah atau astrup,bila memungkinkan.
c.
Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
2. Pemeriksaan elektrolit intubasi
duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara
kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
3. Pemeriksaan
radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
9.
Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan
berdasarkan gejala-gejalanya meskipun penyebabnya belum bisa ditentukan dari
gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari adanya sel darah
putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari muntah,
makanan atau darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya. Langkah diagnosa
menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011) terdiri atas :
1)
Anamnesis : umur, frekuensi diare, lamanya diare
2)
Pemeriksaaan fisik
3)
Laboratorium : feses, darah, kultur tinja maupun darah, serologi
4) Foto
5) Endoskopi (EGD-Esophagus Gastro Duodenoscopy).
10. Terapi/Tindakan Penanganan
Panduan pengobatan menurut WHO diare
akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan
elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non
spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya
diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral
hanya untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Dalam
garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu
:
a. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang
perlu diberikan kepada penderita diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
Jumlah
cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan
1) jumlah cairan yang telah hilang
melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous Water Losses) ditambah
dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal
Water Losses).
2) cairan yang hilang melalui tinja
dan muntah yang masih terus berlangsung CWL (Concomitant water losses)
(Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
11. Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan
mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat
dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat
badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak,
penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat
badan dengan gambaran klinik turgor kulit buruk, suara serak, penderita jatuh
pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat
badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan
kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
B. KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian (data
subjektif dan objektif)
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan
data,analisa data dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara
intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik . Kaji data menurut Cyndi Smith
Greenberg,1992 adalah :
1.
Identitas klien.
2.
Riwayat keperawatan.
2.1.Awal kejadian: Awalnya suhu
tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
2.2.Keluhan utama : Feses semakin
cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala
dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan
bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3.
Riwayat kesehatan masa lalu.
4.
Riwayat penyakit keluarga.
5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis
Akut dan terapi obat antidiare, terapi intravena, dan antibiotic.
5.
Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).
1. Persepsi
Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas pasien
sehari-sehari kurang baik.
2. Nutrisi metabolic : diawali
dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.
3. Pola eliminasi : akan mengalami
perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.
4. Aktivitas : akan terganggu karena
kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen yakni dibantu
oleh orang lain.
5. Tidur/istirahat : akan terganggu
karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
6.
Kognitif/perceptual : pasien masih dapat menerima informasi namun kurang
berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
7.
Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami gangguan konsep diri karena
kebutuhan fisiologis nya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai
pada fase sakit.
8. Seksual/reproduksi : mengalami
penurunan libido akibat terfokus pada penyakit.
9. Peran hubungan : pasien memiliki
hubungan yang baik dengan keluarga dan peran pasien pada kehidupan sehari-hari
mengalami gangguan.
10.
Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang
berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang
adekuat.
11. Keyakinan/nilai : pasien
memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang karena gejala penyakit.
6.
Pemerikasaan fisik.
-
Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput
lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
-
Perkusi : adanya distensi abdomen.
-
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
-
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
7. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan
duodenum intubation yaitu untuk
mengetahui penyebab
secara kuantitatif dan kualitatif.
2. Diagnosis Keperawatan
yang mungkin muncul
a.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif ditandai dengan kulit kering, peningkatan suhu tubuh, haus,
kelemahan, membrane mukosa kering, peningkatan hematokrit.
b.
Diare berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan
nyeri abdomen, sedikitnya tiga kali buang air besar cair per hari, ada
dorongan.
c.
Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan
makan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, distensi abdomen, diare,
perubahan bising usus, mual, muntah.
d.
Mual berhubungan dengan iritasi lambung ditandai dengan
melaporkan mual, rasa asam di mulut, peningkatan salivasi, keengganan terhadap
makanan.
e.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia
ditandai dengan perubahan selera makan, mengekspresikan perilaku, perilaku
berjaga-jaga atau melindungi area nyeri, melaporkan nyeri secara verbal
f.
Kesiapan meningkatkan keseimbangan cairan ditandai
dengan dehidrasi, turgor jaringan baik, tidak ada haus berlebihan, membrane
mukosa lembab.
g.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan factor biologis ditandai dengan nyeri abdomen, diare, bising
usus hiperaktif, ketidakmampuan mencerna makanan, kurang minat pada makanan, membrane
mukosa pucat.
h.
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju
metabolism ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit
terasa hangat.
i.
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status
kesehatan ditandai dengan gelisah dan menyadari gejala fisiologis.
j.
Defisiensi Pengetahuan
berhubungan dengan tidak familier dengan informasi, kurang pajanan ditandai
dengan ketidakakuratan mengikuti perintah.
k.
Risiko kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan lembab.
4. Evaluasi
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
|
EVALUASI
|
Diare berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen,
sedikitnya tiga kali buang air besar cair per hari, ada dorongan.
|
S : pasien tidak mengeluh nyeri abdomen berlebihan saat eliminasi dan
dorongan berkurang
O : karakteristik feses berbentuk dan tidak cair, tidak terdapat
nanah/darah, berwarna kuning kecoklatan.
A : terapi hidrasi dilanjutkan sampai keadaan umum pasien baik.
P : anjurkan pasien untuk menjaga pola makan pasca kesembuhan.
|
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan
perubahan selera makan, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga atau
melindungi area nyeri, melaporkan nyeri secara verbal
|
S : pasien tidak mengeluh nyeri dan tidak mengeluh gangguan tidur.
O : pasien tidak
meringis, dan tidak memegangi daerah yang nyeri.
A : terapi
farmakologi dihentikan, terapi nonfarmakologi dilanjutkan.
P : ajarkan keluarga pasien terapi nonfarmakologi.
|
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolism
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa
hangat.
|
S : pasien tidak gelisah dan tidak merasa demam.
O : suhu tubuh saat dikaji dalam rentang normal.
A : antipiretik dihentikan. Berikan kompres terlebih dahulu, apabila
demam kembali muncul.
P : edukasikan pasien untuk tidak mandi atau kontak dengan air terlalu
sering.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States of America
: Mosby.
Guyton & Hall. 2006. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta :EGC
North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA). 2010. Diagnosis
Keperawatan 2009-2011. Jakarta
: EGC.
Nurmasari, Mega. 2010.
Pola
Pemilihan Obat dan Outcome Terapi
Gastroenteritis Akut (GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah.
(Diakses 12 Desember 2011 : http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)
T55V
Ratnawati, Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. J
Dengan Gastroenteritis di Bangsal Anggrek RSUD Sukoharjo. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta . (Diakses 12
Desember 2011 : etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)
Wicaksono, Arridho D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis
Akut Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten Tahun 2009.
Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta .
(Diakses 12 Desember 2011 : etd.eprints.ums.ac.id/12642/1/COVER%2B_BAB_1.pdf).
Winarsih,
Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu
Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan Multimodal Untuk Gastroenteritis
Pada Anak. Jakarta .
Universitas Indonesia .
(Diakses 12 Desember 2011 : www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).
Zein, Umar., Sagala,
Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare
Akut Disebabkan Bakteri. Sumatra Utara.
Universitas Sumatra Utara. . (Diakses 12 Desember 2011 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).
No comments:
Post a Comment