Link Berikut Klik disini
A. Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo,
2000).
Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak
yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain
di tubuh.
Stroke nonhemoragik adalah
stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri sehingga suplai
glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan
otak yang disuplai.
B. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke
biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1.
Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2.
Embolisme serebral (Bekuan
darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian otak atau dari bagian
tubuh lain).
3.
Hemorargik cerebral (Pecahnya
pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang
sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan
kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau
permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah :
1.
Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu
penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian
mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa
mengecilnya pembuluh darah.
2.
Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju ke otak.
3.
Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh
darah ke otak.
4.
Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.Stroke bisa
terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk,
2000):
1.
Hipertensi merupakan faktor
resiko utama.
2.
Penyakit kardiovaskuler
(Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
3.
Kadar hematokrit normal tinggi
(yang berhubungan dengan infark cerebral).
4.
Kontrasepsi oral, peningkatan
oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun dan kadar esterogen yang
tinggi.
5.
Penurunan tekanan darah yang
berlebihan atau dalam jangka panjang dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
6.
Penyalahgunaan obat tertentu
pada remaja dan dewasa muda.
7.
Konsultan individu yang muda
untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah, merokok kretek dan obesitas.
8.
Mungkin terdapat hubungan
antara konsumsi alkohol dengan stroke.
C. Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah
otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat
tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya
terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke
adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter
terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul
biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi
Kandung Kemih
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke
area tertentu di otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti
lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab
infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan
atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah
terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar
daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak
terjadi perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
.menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan
pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan
yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang
anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari
10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi
salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
E. Pathway
F. Komplikasi
Komplikasi
pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
G. Penatalaksanaan
Menurut
Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
a.
Phase Akut :
1)
Pertahankan
fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
2)
Reperfusi
dengan trombolityk atau vasodilation :
Nimotop. Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik / emobolik.
3)
Pencegahan
peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan
rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
4)
Mengurangi
edema cerebral dengan diuretik
5)
Pasien di
tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur
agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b.
Post phase akut
1.
Pencegahan
spatik paralisis dengan antispasmodik
2.
Program
fisiotherapi
3.
Penanganan
masalah psikososial
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
a.
Angiografi serebral
Membantu
menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang
meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya
hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c.
CT scan.
Pemindaian
ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d.
MRI
MRI
(Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e.
USG Doppler
Untuk
mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f.
EEG
Pemeriksaan
ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Asuhan Keperawatan Suspek Stroke Hemoragik
1.
Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada
stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan
utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat
penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
d. Riwayat
penyakit dahulu
Adanya
riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya ada
riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian
psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan
Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1
(Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
2)
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
3)
B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4)
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5)
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6)
B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor
atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7)
Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8)
Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9)
Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
10) Fungsi
Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa kasus
klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan
dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan
Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada
bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti,
tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
h. Pengkajian
Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial
I-X11.
1) Saraf I:
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II.
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III,
IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V.
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
6) Saraf VII.
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII.
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan
X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
9) Saraf XI.
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII.
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
i. Pengkajian
Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi
Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan
pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan
meningkat.
j.
Diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul, yaitu :
2. Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrient
3. Hambatan
mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko
kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan
komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Rasional
|
1
|
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektifb.d O2 otak
menurun
|
Tujuan (NOC) :
Gangguan perfusi jaringan dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil :
·
Mampu mempertahankan tingkat kesadaran
·
Fungsi sensori dan motorik membaik
|
Intervensi (NIC)
1.
Pantau TTV tiap jam
dan catat hasilnya
2.
Kaji respon motorik
terhadap perintah sederhana
3.
Pantau status
neurologis secara teratur
4.
Dorong latihan kaki
aktif/ pasif
5.
Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi
|
1.
Peningkatan tekanan
darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan
darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan adanya peningkatan TIK
2.
Mampu mengetahui
tingkat respon motorik pasien
3.
Mencegah/menurunkan
atelektasis
4.
Menurunkan statis
vena
5.
Menurunkan resiko
terjadinya komplikasi
|
2
|
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrien
|
Tujuan (NOC) :
1. Status
gizi
2. Asupan
makanan
3. Cairan
dan zat gizi
Kritria
evaluasi:
1. Menjelaskan komponen kedekatan diet
2. Nilai laboratorium
(mis,trnsferin,albumin,dan eletrolit)
3.
Melaporkan keadekuatan tingkat giji
4. Nilai laboratorium (mis:trasferin,albomen dan eletrolit
5.
Toleransi terhadap gizi yang dianjurkan.
|
Intevensi (NIC) :
1.
Pengelolaan gangguan makanan
2.
Pengelulaan
nutrisi
3.
Bantuan
menaikkan BB
Aktivitas
keperawatan :
1.
Tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan
2.
Ketahui makanan kesukaan klien
3.
Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab perubahan
nutrisi
4.
Bantu makan sesuai dengan kebutuhan klien
5.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
|
1. Motivasi klien mempengaruhi dalam perubahan nutrisi
2.
Makanan kesukaan klien untuk mempermudah pemberian
nutrisi
3.
Merujuk kedokter untuk mengetahui perubahan klien serta
untuk proses penyembuhan
4.
Membantu makan untuk mengetahui perubahan nutrisi serta
untuk pengkajian
5.
Menciptakan lingkungan untuk kenyamananistirahat klien
serta utk ketenangan dalam ruangan/kamar.
|
3
|
Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan
otot
|
Tujuan
(NOC):
Klien diminta menunjukkan tingkat mobilitas,
ditandai dengan indikator berikut (sebutkan nilainya 1 - 5 : ketergantungan
(tidak berpartisipasi) membutuhkan bantuan orang lain atau alat membutuhkan
bantuan orang lain, mandiri dengan pertolongan alat bantu atau mandiri
penuh).
Kriteria Evaluasi :
1.
Menunjukkan
penggunaan alat bantu secara benar
dengan pengawasan.
2.
Meminta bantuan untuk
beraktivitas mobilisasi jika diperlukan.
3.
Menyangga BAB
4.
Menggunakan kursi
roda secara efektif.
|
Intevensi (NIC) :
§
Terapi aktivitas,
ambulasi
§
Terapi aktivitas,
mobilitas sendi.
§
Perubahan posisi
Aktivitas
Keperawatan :
1.
Ajarkan klien tentang
dan pantau penggunaan alat
bantu
mobilitas.
2.
Ajarkan dan bantu
klien dalam proses perpindahan.
3.
Berikan penguatan positif selama beraktivitas.
4.
Dukung teknik latihan
ROM
5.
Kolaborasi dengan tim medis tentang mobilitas klien
|
1.
Mengajarkan klien
tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas klien lebih mudah.
2.
Membantu klien dalam
proses perpindahan akan membantu klien latihan dengan cara tersebut.
3.
Pemberian penguatan
positif selama aktivitas akan mem-bantu klien semangat dalam latihan.
4.
Mempercepat klien
dalam mobilisasi dan mengkendorkan otot-otot
5.
Mengetahui
perkembngan mobilisasi klien sesudah latihan ROM
|
4
|
Risiko
kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
|
Tujuan (NOC) :
Tissue Integrity :
Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
·
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
·
Tidak ada luka/lesi pada kulit
·
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan
kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
·
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami
|
1)
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar
2)
Hindari kerutan pada tempat tidur
3)
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering
4)
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
dua jam sekali
5)
Monitor kulit akan adanya kemerahan
6)
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
yang tertekan
7)
Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai
indikasi
|
1. Kulit
bisa lembap dan mungkin merasa tidak dapat beristirahat atau perlu untuk
bergerak
2. Menurunkan
terjadinya risiko infeksi pada bagian kulit
3. Cara
pertama untuk mencegah terjadinya infeksi
4. Mencegah
terjadinya komplikasi selanjutnya
5. Mengetahui
perkembangan terhadap terjadinya infeksi kulit
6. Menurunkan
pemajanan terhadap kuman infeksi pada kulit
7. Menurunkan
risiko terjadinya infeksi
|
5
|
Gangguan
komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara
|
Tujuan
(NOC):
Komunikasi dapat berjalan dengan
baik
Kriteria
hasil :
a. Klien dapat mengekspresikan
perasaan
b. Memahami maksud dan pembicaraan
orang lain
c. Pembicaraan pasien dapat
dipahami
|
Intervensi (NIC) :
1. Lakukan
komunikasi dengan wajar, bahasa jelas, sederhana dan bila perlu diulang
2. Dengarkan
dengan tekun jika pasien mulai berbicara
3. Berdiri
di dalam lapang pandang pasien pada saat bicara
4. Latih
otot bicara secara optimal
5. Libatkan
keluarga dalam melatih komunikasi verbal pada pasien
6. Kolaborasi
dengan ahli terapi wicara
|
1. Mencek
komunikasi klien apakah benar-benar tidak bisa melakukan komunikasi
2. Mengetahui
bagaimana kemampuan komunikasi klien tsb
3. Mengetahui
derajat /tingkatan kemampuan berkomunikasi klien
4. Menurunkan
terjadinya komplikasi lanjutan
5. Keluarga
mengetahui & mampu mendemonstrasikan cara melatih komunikasi verbalpd
klien tanpa bantuan perawat
6. Mengetahui
perkembangan komunikasi verbal klien
|
DAFTAR
PUSTAKA
Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta
Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku
Kedokteran (EGC). Jakarta
Brunner
and Suddarth, 2002. Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 Penerbit Jakarta: EGC
http://adf.ly/4282932/banner/http://zallien.blogspot.com/2012/08/askep-stroke-non-hemoragik-snh.html
Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana
asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
No comments:
Post a Comment