A.
Konsep Dasar
Penyakit
1.
Pengertian
Diabetes
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon).
Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang
banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes
Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan
suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.
Etiologi
Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.
Faktor
genetic :
Penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.
Faktor
imunologi :
Pada
diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c.
Faktor lingkungan
Faktor
eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
3.
Patofisiologi
Diabetes
tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi
insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan
bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes
tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk
mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketoik (HHNK).
Diabetes
tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
Patway
4. Manifestasi klinik
a. Diabetes Tipe I
·
hiperglikemia
berpuasa
·
glukosuria,
diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
·
keletihan
dan kelemahan
·
ketoasidosis
diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
·
lambat
(selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
·
gejala
seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
·
komplikasi jangka panjang
(retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
5. Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa >
130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian
glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara
mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan
kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi
biasanya < 330 mOsm/I
e. Elektrolit: Na mungkin normal,
meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan
menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph
rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat
(dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress
atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat
atau normal
i.
Insulin
darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)
j.
Urine: gula
dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan
adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.
6. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan
kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan
sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah
1) HIPOGLIKEMIA/
KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah.
Kadar gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan.
Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada
kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai
sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala
hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada
pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
·
Pengatasan
hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali sadar pada
pasien dengan tipe 1.
·
Tiap keadaan
hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit dan nilai status
pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia
·
Pada
hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan pemberian
diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
·
Hipoglikemi
yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada penyakit hati,
ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan ketiga organ
ini.
2) SINDROM
HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan
hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600
mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati
350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya
terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium
berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan
skema
IV Cairan
1 sampai
12 jam
|
NaCl 0,9%
bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330 mOsm/liter
NaCl 0.45%
bila diatas 145 mEq/liter
Dibutuhkan
8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam menggantikan air yang hilang
selama 12 jam
Bila gula
darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose
|
Insulin
Permulaan
Jam berikutnya
|
IV bolus
0.15 unit/kg RI
5 sampai 7
unit/jam RI
|
Elektrolit
Permulaan
Jam kedua
dan jam berikutnya
|
Bila serum
K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter
berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan kadar
cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4
Bila
jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
mEq/liter K+
|
Untuk mengatasi dehidrasi diberikan
cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 –
8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin
lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah
kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati
yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat
diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya
dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian
cairan dari ekstraseluler keintraseluler.
3) KETOASIDOSIS
DIABETIC (KAD)
·
Pengertian
DM Ketoasidosis adalah
komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan
elektrolit dan asidosis.
·
Etiologi
Tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
-
Insulin tidak diberikan atau
diberikan dengan dosis yang dikurangi
-
Keadaan sakit atau infeksi
-
Manifestasi pertama pada
penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
·
Patofisiologi
Apabila jumlah insulin
berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga. disamping itu
produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama
air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai
oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat
kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium
serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang
lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai
akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais
darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
·
Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis
diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus).
Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan
sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang nyata mungkin
akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar
20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan
hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat.
Ketosisis dan asidosis
yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala
gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri
abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga
tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan tindakan
pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti buah) sebagai
akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi (didertai
pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi.
Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna
melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental
bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien dapat sadar, mengantuk
(letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma
(konsentrasi partikel aktif-osmosis).
·
Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi
dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar guka
darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki kadar sdampai
setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat
dehidrasi) Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan
kadar glukosa darah.
Sebagian pasien dapat
mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200
mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl. Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah
( 0- 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang
rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan
kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan
asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
7. Penatalaksanna
a.
Medis
Tujuan utama terapi DM adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen
dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat
:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
·
jumlah kalori yang diberikan
harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
·
jadwal diit harus sesuai
dengan intervalnya
·
jenis makanan yang manis harus
dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage
of Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
a. Kurus
(underweight) BBR < 90 %
b. Normal
(ideal)
BBR 90% - 110%
c. Gemuk (overweight) BBR > 110%
d. Obesitas apabila BBR
> 120%
·
Obesitas
ringan BBR 120 % - 130%
·
Obesitas
sedang BBR 130% - 140%
·
Obesitas
berat BBR 140% - 200%
·
Morbid
BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah :
a. Kurus
(underweight) BB X 40-60 kalori sehari
b. Normal
(ideal) BB
X 30 kalori sehari
c. Gemuk
(overweight) BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas apabila
BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan
teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
·
Meningkatkan kepekaan insulin,
apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin
dengan reseptornya.
·
Mencegah kegemukan bila
ditambah latihan pagi dan sore
·
Memperbaiki aliran perifer dan
menambah suplai oksigen
·
Meningkatkan kadar kolesterol
– high density lipoprotein
·
Kadar glukosa otot dan hati
menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
·
Menurunkan kolesterol (total)
dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam
cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok,
dan sebagainya.
B.
Konsep
Proses Keperawatan
Anamnese
a)
Keluhan Utama
Cemas,
lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
b)
Riwayat
kesehatan sekarang
Berisi
tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab
terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c)
Riwayat
kesehatan dahulu
Adanya
riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah
di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d)
Riwayat
kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat
keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan,
trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik
tiasid, kontrasepsi oral).
e)
Riwayat psikososial
Meliputi
informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
f)
Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan
gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g)
Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan,
pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
2. diagnosa keperawatan
a.
Nyeri akut b.d
agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
b.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d. ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
c.
Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe 2)
d.
Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan
secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
RENCANA
KEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN (NOC)
|
INTERVENSI (NIC)
|
1
|
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (penurunan perfusi
jaringan perifer)
|
NOC:
ü Tingkat nyeri
ü Nyeri terkontrol
ü Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, dengan indikator
:
2. Mengenal faktor-faktor penyebab
3. Mengenal onset nyeri
4. Tindakan pertolongan non
farmakologi
5. Menggunakan analgetik
6. Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
7. Nyeri terkontrol
2
|
Manajemen nyeri :
1) Lakukan pegkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
ontro presipitasi.
2) Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan.
3) Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4) Kontrol ontro lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5) Kurangi ontro presipitasi nyeri.
6) Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
7) Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8) Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
9) Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/ontrol nyeri.
10) Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
11) Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek
program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
|
2
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan menggunakan glukose
(tipe 1)
|
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat :
1. Intake
makanan peroral yang adekuat
2. Intake
NGT adekuat
3. Intake
cairan peroral adekuat
4. Intake
cairan yang adekuat
5. Intake
TPN adekuat
|
Nutrition Management
1) Monitor
intake makanan dan minuman yang dikonsumsi klien setiap hari
2) Tentukan
berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan dengan berkolaborasi
dengan ahli gizi
3) Dorong
peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C
4) Beri
makanan lewat oral, bila memungkinkan
5) Kaji
kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6) Lepas
NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral
|
3
|
Ketidakseimbangan
nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe 2)
|
Nutritional Status : Nutrient Intake
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat :
1. Kalori
2. Protein
3. Lemak
4. Karbohidrat
5. Vitamin
6. Mineral
7. Zat
besi
8. Kalsium
|
Weight Management
1) Diskusikan
dengan pasien tentang kebiasaan dan budaya serta faktor hereditas yang
mempengaruhi berat badan.
2) Diskusikan
resiko kelebihan berat badan.
3) Kaji
berat badan ideal klien.
4) Kaji
persentase normal lemak tubuh klien.
5) Beri
motivasi kepada klien untuk menurunkan berat badan.
6) Timbang
berat badan setiap hari.
7) Buat
rencana untuk menurunkan berat badan klien.
8) Buat
rencana olahraga untuk klien.
9) Ajari
klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol
3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.
Johnson,
M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification
(NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc
Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification
(NIC)second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA,
2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer,
Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes
Mellitus. [ serial Online] cited 12 Februari 2012], avaible from URL: http://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu
Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga
No comments:
Post a Comment