A.
Konsep
Dasar Penyakit
1. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer, 2010).
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yg tak mengenyangkan sesudah makan, yg
berhubungan dgn mual, sendawa, nyeri ulu hati & mungkin kram & begah
perut. Kerap kali kali diperberat karena makanan yg berbumbu, berlemak /
makanan berserat cukup tinggi, & karena asupan kafein yg berlebihan,
dyspepsia tiada kelainan lain menunjukkan adanya gangguan fungsi pencernaan
(Williams & Wilkins, 2011).
Dispepsia merupakan kumpulan
keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian
atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus
klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini
tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2010 hal : 488).
Batasan
dispepsia
a. Dyspepsia
organic, kalau/jika sudah diketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya. Sindroma dyspepsia organik terdapat keluhan yg nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, pembengkakan/radang pancreas, pembengkakan/radang empedu, & lain – lain.
penyebabnya. Sindroma dyspepsia organik terdapat keluhan yg nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, pembengkakan/radang pancreas, pembengkakan/radang empedu, & lain – lain.
b. Dyspepsia
non-organik / dyspepsia fungsional, / dyspepsia non-ulkus (DNU), kalau/jika tak
jelas penyebabnya. Dyspepsia fungsional tiada diikuti kelainan / gangguan
struktur organ berlandaskan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi,
endoskopi ( teropong saluran pencernaan).
2.
Etiologi
Seringnya, dispepsia
dikarenakan karena ulkus lambung / penyakit acid reflux.. Hal ini menyebabkan
nyeri di dada. Beberapa perubahan yg terjadi
pada saluran cerna atas dampak proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa
lambung (Wibawa, 2010). Kadar
lambung lansia biasanya mengalami menurunnya hingga 85%. Beberapa
obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, bisa menyebabkan dispepsia.
Terkadang penyebab dispepsia belum bisa diketemukan.
Penyebab
dispepsia secara rinci ialah:
a. Menelan
udara (aerofagi)
b. Regurgitasi
(alir balik, refluks) asam dari lambung
c. Iritasi lambung (gastritis)
d. Ulkus
gastrikum / ulkus duodenalis
e. Kanker
lambung
f. Peradangan kandung empedu
(kolesistitis)
g. Intoleransi
laktosa (ketidakmampuan mencerna susu & produknya)
h. Kelainan
gerakan usus
i.
Stress psikologis, kecemasan, / depresi
j.
Infeksi Helicobacter pylory
k. Perubahan
pola makan
l.
Pengaruh obat-obatan yg dimakan secara berlebihan
& dlm waktu yg lama
m. Alkohol
& nikotin rokok
n. Stres
o. Tumor /
kanker saluran pencernaan
3.
Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang
tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan
stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara
dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan
produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake
tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
Patway
4.
Manifestasi
klinik
a. nyeri perut (abdominal
discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari
lambung secara tiba-tiba)
5.
Pemeriksaan
penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom
dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit
disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan
penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan
jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan
lain-lain.
a. Laboratorium : Pemeriksaan
laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan
penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan
lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas
normal.
b. Radiologis : Pemeriksaan radiologis banyak
menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan
pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya
menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi) : Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran
endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi) : Merupakan
diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk
membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien
yang beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung : Dapat dilakukan
dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional
terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
6.
Komplikasi
Penderita
sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya komplikasi yang
tidak ringan. Adapun komplikasi dari dispepsia antara lain:
a. Perdarahan
b. Kangker lambung
c. Muntah darah
d. Ulkus peptikum
7.
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat
meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti
alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan
stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen
pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini
dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas.
Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi
antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat
pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)
B.
Konsep
proses keperawatan
1.
Pengkajian keperawatan
a) Identitas
1) Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin,
suku/ bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat
2) Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis
kelamin, agama, pekerjaan, hubungan dgn pasien, alamat
b) Pengkajian
1) Alasan utama datang ke rumah sakit
2) Keluhan utama (saat pengkajian)
3) Riwayat kesehatan sekarang
4) Riwayat kesehatan dahulu
5) Riwayat kesehatan keluarga
6) Riwayat pengobatan & alergi
c) Pengkajian Fisik
1) Keadann umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap,
personal hygiene & lain-
lain.
lain.
2) Data sistemik
·
Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu,
peraba, & lain-lain.
·
Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis,
kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, &
lain-lain.
·
Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas,
& lain-lain.
·
Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, & lain-lain.
·
Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi manusia, & lain-lain.
·
Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir,
mual & tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan, perut, kolon
& rektum, rectal toucher, & lain-lain.
·
Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan & cara jalan,
kemampuan mencukupi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki, akral,
patah tulang, & lain-lain.
·
Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, &
lain-lain.
·
Sistem reproduksi: infertil, kasus menstruasi, skrotum, testis, prostat,
payudara, & lain-lain.
·
Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, & pancaran), BAK, vesika
urinaria.
d) Data penunjang
e) Terapi yg diberikan
f) Pengkajian kasus psiko-sosial-budaya-&
spiritual
1) Psikologi
·
Perasaan klien sesudah mengalami kasus ini
·
Cara menangani perasaan tersebut
·
Rencana klien sesudah masalahnya terselesaikan
·
Jika rencana ini tak terselesaikan
·
Pengetahuan klien tentang kasus/penyakit yg ada
2) Sosial
·
Aktivitas / peran klien di masyarakat
·
Kebiasaan lingkungan yg tak disukai
·
Cara mengatasinya
·
Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
3) Budaya
·
Budaya yg diikuti karena klien
·
Aktivitas budaya tersebut
·
Keberatannya dlm mengikuti budaya tersebut
·
Cara menangani keberatan tersebut
4) Spiritual
·
Aktivitas ibadah yg biasa dikerjakan sehari-hari
·
Kegiatan keagamaan yg biasa dikerjakan
·
Aktivitas ibadah yg sekarang tak bisa dikerjakan
·
Perasaaan klien dampak tak bisa melaksanakan hal
tersebut
·
Upaya klien menangani perasaan tersebut
·
Apa keyakinan klien tentang peristiwa/kasus kesehatan yg sekarang sedang
dialami
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada lapisan
mukosa, submukosa, dan lapisan otot lambung
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, esofagitis
dan anorexia.
c. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gastroenteritis
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3.
INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri.
Kriteria hasil: klien melaporkan terjadinya penurunan atau
hilangnya rasa
nyeri.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1) Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)
2) Berikan istirahat dengan posisi semifowler
3) Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan kerja
asam lambung.
4) Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya.
5) Observasi TTV
6) Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi
7) Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik
|
1) Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan
2) Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi telentang
3) dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan aktivitas peristaltik
4) mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium
5) sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya
6) Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol
7) Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi
terapi lain
|
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, esofagitis dan anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu
Kriteria hasil: klien menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1)
Pantau dan
dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat
2)
Timbang BB
klien
3)
Berikan
makanan sedikit tapi sering
4)
Catat status
nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut,
kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
5)
Kaji pola
diet klien yang disukai/tidak disukai.
6)
Monitor
intake dan output secara periodik.
7)
Catat adanya
anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar (BAB).
|
1)
Untuk
mengidentifikasi indikasi/ perkembangan dari hasil yang diharapkan
2)
Membantu
menentukan keseimbangan cairan yang tepat
3)
Meminimalkan
anoreksia, dan mengurangi
iritasi gaster
4)
Berguna dalam
mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat Berguna
dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
5)
Membantu
intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
6)
Mengukur
keefektifan nutrisi dan cairan.
7)
Dapat
menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
|
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
mual, muntah dan diare
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu
untuk memperbaiki defisit cairan.
Kriteria hasil: klien mempertahankan/menunjukkan perubahan keseimbangan
cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1)
Awasi
tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor
kulit.
2)
Awasi
jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat.
3)
Diskusikan
strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretik.
4)
Identifikasi
rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal
misalnya : jadwal masukan cairan.
5)
Berikan/awasi
hiperalimentasi IV
|
1)
Indikator
keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
2)
Klien tidak
mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan
untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit.
3)
Membantu
klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau penggunaan
laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut.
4)
Melibatkan
klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan untuk berhasil.
5)
Tindakan
daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan elektroli
|
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan: menunjukkan kemampuan beraktivitas
Kriteria hasil: klien menyatakan mampu menggerakkan tubuh
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1)
kaji
kemampuan klien untuk melakukan aktivitas dan catat laporan kelelahan.
2)
awasi
vital sign: TD, nadi, pernapasan sebelum dan sesudah aktivitas.
3)
beri
bantuan dalam melakukan aktivitas
|
1)
Untuk
melakukan intervensi selanjutnya
2)
Untuk
mengetahui kondisi klien
3)
Menjaga
keamanan klien, dan menghemat energi klien
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2: Jakarta. EGC.
Doenges, E. Marilynn dan MF.
Moorhouse, 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
Inayah Iin. 2011. Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan, Edisi Pertama:
Jakarta. Salemba Medika.
Manjoer, A,
et al. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3: Jakarta. Medika aeusculapeus.
Suryono
Slamet, et al. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi : Jakarta. FKUI.
Price &
Wilson. 2011. Patofisiologi, Edisi 4: Jakarta. EGC.
Warpadji
Sarwono, et al. 2010. Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta. FKUI.
No comments:
Post a Comment