1.
Pengertian
Hemoroid adalah dilatasi
vena hemoroid interior atau superior. (Kamus Saku Kedokteran Dorland:2010).
Hemoroid (“wasir”)
adalah pembengkakan submukosa pada lubang anus yang mengandung pleksus pada
lubang vena, dan arteri kecil. Hemoroid interna hanya melibatkan jaringan
lubang anus bagian atas (Grace. Pierce A: 2004).
Hemoroid merupakan pelebaran
dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus
hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang berada di bawah
kulit (subkutan) dibawah atau luar linea dentate. Hemoroid interna adalah
pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) diatas atau didalam
linea dentate. (Sudoyo Aru,dkk 2009).
2.
ANATOMI FISIOLOGI
Kolon merupakan
sambungan dari usus halus, dengan panjang kira – kira satu setengah meter.
Dimulai pada katup ileosekal. Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan
menempel pada otot iliopsoas, kemudian kolon naik sebelah kanan lumbal yang
disebut ; kolon asendens, lalu dibawah hati berbeluk pada tempat yang disebut
fleksura hepatika.
Selanjutnya kolon
berjalan melalui tepi daerah epigastrium dan umbilikal sebagai kolon
transversal kemudian membelok sebagai fleksura lienalis dan berjalan melalui
daerah kiri lumbal sebagai kolon desendens. Di daerah kanan iliaka terdapat
belokan yang disebut fleksura sigmoid dan dibentuk kolon sigmoideus dan
kemudian masuk ke dalam pervis besar dan menjadi rektum.
Rektum kira – kira
sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar. Dimulai dari kolon sigmoid dan
berakhir pada saluran anal yang kira – kira 3 cm panjangnya. Saluran ini
berakhir pada anus yang diapit oleh otot internus dan otot eksternus.
Usus besar menunjukkan
empat morfologi lapisan seperti apa yang ditemukan juga pada usus halus yaitu :
1) Lapisan serosa.
Merupakan lapisan paling
luar, dibentuk oleh peritoneum. Mesenterium merupakan lipatan peritoneum yang
lebar, sehingga memungkinkan usus bergerak lebih leluasa. Mesenterium menyokong
pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf mensuplai usus. Fungsi dari peritoneum
adalah mencegah pergesekan antara organ – organ yang berdekatan, dengan
mengekskresikan cairan serosa, yang berfungsi sebagai pelumas.
2) Lapisan otot longitudinal
Meliputi usus besar
tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita, yang disebut taenia koli,
taenia bersatu pada sigmoid distal sehingga rektum mempunyai selubung otot yang
lengkap.
3) Lapisan otot sirkuler
Diantara kedua lapisan
otot tersebut, terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfe, yang mensuplai usus.
4) Lapisan mukosa
Lapisan paling dalam
tidak mempunyai vili atau rugae dan merupakan salah satu perbedaan dengan usus
halus.
Usus besar secara klinis,
dibagi dalam separuh bagian kanan dan kiri, menurut suplai darahnya. Arteri
mesenterika superior memperdarahi separuh bagian kanan, yaitu sekum, kolon
asendens dan dua pertiga proksimal kolon transversal. Arteri mesenterika
inferior mensuplai separuh bagian kiri yaitu sepertiga distal kolon mendatar
(transversum).
Suplai darah lain pada
rektum diselenggarakan oleh arterial haemoroidalis yang berasal dari aorta
abdominalis dan arteri iliaka interna.
Venous rektum dari kolon
dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior, dan vena
haemorhoidalis superior yang menjadi bagian dari sistem porta yang mengalirkan
darah ke hati. Vena haemorhoidalis medial dan inferior mengalirkan darah ke
vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Suplai saraf usus besar,
dilakukan oleh sistem saraf dengan mengecualikan sfingter eksterna yang diatur
oleh sistem volunter. Serabut parasimpatis berjalan melalui nervus vagus,
kebagian tengah kolon transversum dan nervus pervikus, yang berasal dari daerah
sakral mensuplai bagian distal
Perangsangan simpatis
menyebabkan penghambatan sekresi, kontraksi dan perangsangan sfingter rektum
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek – efek berlawanan.
Fisiologi kolon dan rektum
Usus besar mempunyai
berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi
kolon yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit yang sebagian
besar dilangsungkan pada kolon bagian kanan, dan fungsi kolon sigmoid sebagai
reservoir untuk dehidrasi massa faeces, sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air,
sekitar 600 ml/hari dibandingkan dengan 8.000 ml air yang diabsorbsi oleh usus
halus. Akan tetapi kapasitas absorbsi usus besar sekitar 2.000 ml/hari. bila
jumlah ini dilampaui oleh pengiriman cairan yang berlebihan dari ileum
mengakibatkan diare.
Berat akhir faeces yang
dikeluarkan perhari sekitar 2.000 gram, 75 % diantaranya berupa air dan sisanya
terdiri dari residua makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang
mengelupas dan mineral yang tidak diabsorpsi.
Sangat sedikit
pencernaan berlangsung dalam usus besar. Sekresi usus besar mengandung banyak
mukus, menunjukkan sekresi alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus bekerja
sebagai pelumas dan pelindung mukosa pada peradangan usus.
3.
Etiologi
Menurut Sylvia Anderson
P. (1994), Hemorroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena
hemorroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti
1.
Konstipasi/diare
2.
Sering mengejan pada buang air besar yang
sulit.
3.
Kongesti pelvia pada kehamilan
4.
Pola buang air besar yang salah (lebih
banyak menggunakan jamban duduk, terlalu lama duduk, merokok)
5.
Pembesaran prostat
6.
Fibroama uteri
7.
Tumor rectum
8.
Penyakit hati kronik yang disertai
hipertensi portal.
9.
Kurang minum air dan kurang makan makanan
berserat
(sayur dan buah)
10. Kurang berolahraga/imobilisasi.
4.
Klasifikasi
Hemorroid Interna
Hemoroid interna
dikelompokan dalam 4 derajat :
1.
Derajat satu
Tidak menonjol melalui
anus dan hanya dapat ditemukan dengan protoskopi, lesi biasanya terletak pada
posterior kanan dan kiri dan anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang
vena hemoroidalis superior dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan.
2.
Derajat dua
Dapat mengalami
prolapsus melalui anus saat defekasi hemoroid ini dapat mengecil secara spontan
atau dapat direduksi (dikembalikan ke dalam) secara manual.
3.
Derajat tiga
Mengalami prolapsus
secara permanen (kadang dimana varises yang keluar tidak dapat masuk kembali)
dengan sendirinya tapi harus didorong. Dalam hal ini mungkin saja varieses
keluar dan harus didorong kembali tanpa perdarahan.
4.
Derajat empat
Akan timbul keadaan
akut, dimana varieses yang keluar pada saat defekasi tidak dapat didorong masuk
kembali hal ini akan menimbulkan rasa sakit. Biasanya ini terdapat trombus yang
diikuti infeksi dan kadang-kadang timbul peningkatan rektum.
2.
Hemoroid Eksterna.
Hemoroid eksrterna
jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan hemoroid interna. Tapi
hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1.
Akut
Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya adalah hematom,
walaupun disebut sebagai trombus eksterna akut.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:
– Sering rasa sakit dan
nyeri
– Rasa gatal pada daerah
hemorid
Kedua tanda dan gejala
tersebut disebabkan karena ujung – ujung saraf pada kulit merupakan reseptor
rasa sakit.
1.
Kronik
Hemoroid eksterna kronik
atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit anus yang
berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
5.
Patofisiologi
Pada permulaan terjadi
varises hemoroidalis, belum timbul keluhan keluhan. Akan timbul bila ada
penyulit seperti perdarahan , trombus dan infeksi
Hemoroid timbul akibat
kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis.
Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum
terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi
akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar
meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat
inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan
darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah
tersebut dan nekrosis..
6.
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda pasien
sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada hubungannya dengan
gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami
trombosis.
Perdarahan umumnya
merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma oleh feses yang keras.
Darah yag keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feces. Dapat
hanya berupa gejala pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air
toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna
merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan intensif dipleksus
hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan ”darah arteri”.
Kadang perdarahan
hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat. Hemoroid yang
membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan
prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada saat defekasi dan
disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi. Pada stadium yang lebih
lanjut hemoroid intern ini perlu didorong masuk lagi. Akhirnya, hemoroid dapat
berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal
dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini
disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya
timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang.
Menurut Sudoyo Aru, dkk
2009, mengatakan bahwa Manifestasi Klinis hemorroid yaitu :
1.
Timbul rasa gatal dan nyeri
2.
Perdarahan berwarna merah terang saat
defekasi.
3.
Pembengkakan pada area anus.
4.
Nekrosis pada area sekitar anus.
5.
Perdarahan atau prolaps.
7.
Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang
paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan stranggulasi. Hemoroid yang
mengalami stranggulasi adalah hemoroid yang mengalami prolapsus dimana suplai
darah dihalangi oleh sfingter ani.
8.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan colok dubur
Diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum. Pada hemoroid interna tidak dapat
diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak
nyeri.
b. Anoskop
Diperlukan untuk melihat
hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.
c. Proktosigmoidoskopi
Untuk memastikan bahwa
keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat
yang lebih tinggi karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda
yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
d. Rontgen (colon inloop) atau Kolonoskopy
9.
Penatalaksanaan
1 ) Operasi
Herniadectomy
2 ) Non operatif
Ø Untuk derajat I
dan II
§
Diet tinggi serat untuk melancarkan BAB.
§
Obat – obat suposituria untuk membantu
pengeluaran BAB dan untuk melunakan feces.
§
Anti biotik bila terjadi infeksi.
§
Ijeksi skloretika ( Dilakukan antara
mokosa dan varises dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid lalu mengecil).
§
“ Rubber Band Ligation “ yaitu mengikat
hemoroid dengan karet elastic kira – kira I minggu, diharapkan terjadi
nekrosis.
Ø Untuk derajat
III dan IV
Dapat dilakukan sebagai
berikut:
§
Pembedahan
§
Dapat dilakukan pengikatan atau ligation.
§
Dapat dilakukan rendam duduk.
§
Dengan jalan suntikan”Sklerotika” ujntuk
mengontrol pendarahan dan kolaps (keluar) hemoroid interna yang kecil sampai
sedang.
Bila seorang datang
dengan derajat IV tidak boleh langsung di lakukan oprasi, harus di usahakan
menjadi derajat III dulu. Dengan cara duduk berendam dengan cairan PK 1/10.000
selama 15 menit, kemudian di kompres dengan larutan garam hipertonik sehingga
edema keluar dan kotoran keluar. Biasanya setelah dua minggu akan menjadi
derajat III.
Pada wanita hamil,
karena akan sembuh setelah kehamilan berakhir, maka tidak perlu di adakan
oprasi karena akan membahayakan janin dan varisesnya pun juga akan hilang. Bila
ada perdarahan lakukan pengikatan sementara, setelah partus baru di adakan
tindakan defenitif.
3) Terapi Bedah
Ø Bedah
Konvensional
Saat ini ada tiga teknik
yang biasa digunakan yaitu:
1.
Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan
untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Basis massa hemoroid tepat diatas
linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian
dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis.
Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.
Hemostat kedua
ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan
skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus
dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid
dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut
maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis,
maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur
sederhana.
Biasanya tidak lebih
dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum
dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu
banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil
terlalu banyak jaringan.
2.
Teknik Whitehead
Teknik operasi yang
digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh
hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi
sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa
kembali.
3.
Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck,
hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah
klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem.
Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini
lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko
pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis. Dalam
melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ini harus
benar-benar lumpuh.
Ø Bedah Laser
Pada prinsipnya,
pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat pemotongnya
menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga
tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal.
Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena saraf rasa nyeri ikut terpatri.
Di anus, terdapat banyak saraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan
terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut saraf terbuka
akibat serabut saraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut. Sedangkan
pada bedah laser, serabut saraf dan selubung saraf menempel jadi satu, seperti
terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi,
dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas
operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka akan
mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
Ø Bedah Stapler
Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini
seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong
di belakangnya.Padadasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang
terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air
besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m.sfingter ini untuk melebar dan
mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH
ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis
mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena
jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga
tidak perlu dibuang semua.
Mula-mula jaringan
hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator,
kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler
dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari
titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus
untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid
yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada
ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis.
Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut
terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini
yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada
anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian
sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih
cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat.
1.
Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan
merupakan faktor kunci dalam kelangsungan kehidupan pasien dan dalam pelayanan
kesehatan dalam aspek pemeliharaan, rehabilitasi serta pencegahan (
Doengoes,2000).
Proses keperawatan
adalah kerja perawat saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Proses
keperawatan merupakan pendekatan kerja yang sistematis, terorganisasi,
fleksibel dan berkelanjutan. Tahap-tahap dalam proses keperawatan saling
ketergantungan satu dengan lainya dan bersifat dinamis dan susunan secara
sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap yang satu dengan yang
lain. Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
praktik keperawatan, hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving
yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditunjukan
untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga (Nursalam,2001).
1.
Pengakajian
Menurut Carpenito-Moyet
dan Lynda Juall (2006), pengkajian keperawatan adalah langkah awal dari proses
keperawatan yang meliputi aspek bio,psiko,sosial,spritual dan kultural serta
komprehensif.
Pengkajian adalah
pemikiran dasar dan proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenal
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan (Nasrul Efendy,1995). Maksud dari pengkajian ini adalah
untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien. Data tersebut berasal
dari pasien( data primer ),data dari keluarga (data sekunder), data dari
catatan yang ada (data tersier), melalui wawancara, observasi langsung dan
melihat secara medis.
1.
Identitas pasien meliputi : nama, tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, suku
bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no register/MR, serta penanggung jawab.
2.
Riwayat kesehatan
§
Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Pada umumnya klien
mengeluh perih saat buang air besar, feses yang keluar keras, saat BAB terdapat
darah setelah feses keluar , dan rasa panas di sekitar rektum.
§
Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Kaji penyakit yang dapat
menyebabkan hemoroid seperti (Sembelit, genetic predisposisi, infeksi anal,
pembedahan rektal atau episiotomi, hipertensi portal (sirosis), gatal – gatal
disekitar rektum.) Pasien pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh
atau terulang kembali. Dan pada pasien waktu pengobatan terdahulu tidak
dilakukan pembedahan sehingga akan kembali kambuh.
§
Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Mengkaji apakah eluarga
klien tidak ada yang menderita penyakit yang sama, penyakit keturunan (seperti
diabetes, hipertensi, asma, dll), penyakit menular (seperti hepatitis,
HIV/AIDS, TBC, dll)
1.
Pemeriksaan fisik
2.
Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
3.
Tingkat kesadaran : Biasanya tingkat
kesadaran pasien compos mentis coompertif.
4.
Berat badan : Biasanya berat badan pasien
ada mengalami penurunan dan biasanya juga mengalami kenaikan berat badan.
5.
Tekanan darah : Biasanya tekanan
darah pasien rendah/meningkat.
6.
Suhu : Biasanya suhu pasien
meningkat yaitu ± 39°C
7.
Pernafasan : Biasanya pernafasan pasien
dengan frekuensi normal yaitu ± 20 x/i
8.
Nadi : Biasanya pasien mengalami frekuensi
denyut nadi meningkat yaitu 120 x/i
2.
Kepala
3.
a) Rambut
Rambut klien bersih,
rambut hitam beruban, bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan maupun lesi,
tidak ada kelainan lain di kepala.
1.
b) Mata
Bentuk kedua bola mata
simetris, kelopak mata simetris, bulu mata ada, konjungtiva anemis, reflek
pupil normal, dibukti dengan cara memakai cahaya penlight didekatkan pupil
mengecil dan saat cahaya dijauhkan pupil kembali membesar. Pergerakan bola mata
pasien normal dibuktikan dengan cara saat mata pasien mengikuti arah jari
pemeriksa.
1.
c) Telinga
Kedua telinga simetris,
telinga bersih tidak ada sekret/kotoran maupun perdarahan, tidak ada lesi
maupun massa, tidak ada peradangan, pendengaran pasien baik, terbukti saat
pemeriksa berbicara pelan / normal klien mendengar..
1.
d) Hidung
Bentuk tulang hidung
simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada perdarahan maupun sekret / kotoran,
tidak ada massa dan nyeri di daerah hidung, penciuman klien normal, dibuktikan
dengan cara klien dianjurkan mencium wewangian (parfum, kayu putih, sabun) dan
klien menjawab dengan tepat.
1.
e) Mulut,
Lidah, Gigi
Bibir simetris, warna
bibir merah muda, bibir lembab, tidak ada lesi, gigi utuh, warna gigi putih,
tidak ada karies, keadaan gigi bersih, tidak ada lesi di daerah gusi, tidak ada
pembengkakan atau stomatitis.
Bentuk lidah normal,
warna lidah pucat, tidak ada kelainan di lidah. Saat dilakukan palpasi di
rongga mulut tidak ada pembengkakan maupun nyeri tekan.
Indra perasa klien masih
normal, dibuktikan dengan cara saat pemeriksa memberikan perasa dan klien menjawab
dengan tepat. Saraf kranial hipoglosal klien normal, terbukti saat klien dapat
mengeluarkan dan menggerakan lidah. Gerak otot rahang klien masih bekerja
dengan baik.
2)
Leher
Bentuk leher normal,
tidak ada pembengkakan, tidak ada massa, reflek menelan klien baik, saraf
kranial asesori klien baik, dibuktikan saat klien di minta untuk menengok
ke kiri / kanan kemudian ditahan oleh pemeriksa.
3)
Dada, Payudara, dan Ketiak
Tidak ada kelainan di
daerah dada, bentuk dada simetris, ekspansi dada seimbang, terbukti saat
pemeriksa merasakan getaran dan keseimbangan di punggung klien saat klien
bernafas. Traktil fremitus klien seimbang dibuktikan dengan cara saat pemeriksa
meletakan kedua tangan di punggung klien pada saat klien mengucapkan bilangan
“tujuh – tujuh”. Suara pernafasan jernih, tidak ada suara tambahan, irama nafas
klien teratur dan normal.
Tidak ada suara tambahan
pada jantung, irama jantung teratur dan normal.
Tidak ada edema di
daerah payudara, bentuk payudara simetris, tidak ada massa dan lesi, tidak ada
keluaran di daerah putting.
Tidak ada edema, massa
maupun lesi di daerah ketiak, tidak ada kelainan lain, tidak ada nyeri tekan.
4)
Abdomen
Bentuk perut datar,
simetris, tidak ada kelainan lain, Nyeri tekan pada abdomen, bisa terjadi
konstipasi., bising usus klien normal yaitu 9x/menit, Posisi umbilikal normal,
tidak ada peradangan ataupun keluaran, keadaan umbilikal bersih, tidak ada
kelainan lain pada umbilikal.
5) Genitalia
dan anus
Alat genetalia pasien
biasanya kotor, Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus, terdapat
benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan.
6) Kulit
dan Kuku
Kulit tidak ada lesi
maupun edema, warna kuku merah muda, bentuk kuku normal, kuku tebal, tekstur
kuku lembut, turgor kulit normal..
7) Ekstermitas
a) Atas
Bentuk kedua tangan
simetris, tidak ada kelainan lain, reflek bisep dan trisep klien normal,
terbukti saat dilakukan ketukan di lekukan sikut dan di sikut menggunakan
reflek hammer adanya gerakan spontan di ujung ekstermitas. tingkat kekuatan
otot klien 4 dari 5 (cukup kuat tetapi tidak dengan kekuatan penuh dan dapat
menahan tahanan)
b) Bawah
Bentuk kedua kaki
simetris, tidak ada kelainan lain, reflek patella normal dibuktikan dilakukan
ketukan di lutut menggunakan reflek hammer adanya gerakan spontan di ujung
ekstermitas. Tingkat kekuatan otot kaki klien yaitu 5 dari 5 (kekuatan
kontraksi penuh dan dapat menahan tahanan dengan baik)
1.
Data Pola Kebiasaan Sehari-hari
No
|
Kebutuhan
|
Sebelum sakit
|
Sesudah sakit
|
1.
|
Nutrisi
a. BB/TB
b. Diit terakhir
c. Kemampuan mengunyah
– Mengunyah
– Menelan
– Bantuan
total/sebagian
d. Frekuensi makan
e. Porsi makan
f. Makanan yang di sukai
g. Makanan yang menimbulkan alergi
|
47 kg/140 cm
Nasi
Baik
Baik
Tidak ada
3x/hari
1 porsi
Tidak terkaji
Tidak ada
|
47 kg/140 cm
BN 1600 kal
Baik
Baik
Sebagian
3x/hari
1/2 porsi
Tidak terkaji
Tidak ada
|
2.
|
Cairan
a. Intake
–
Oral
Jenis
Jumlah
Bantuan total/sebagian
–
Intervensi
Jenis
jumlah
b. Output
–
Sunction
– Drain
–
Muntah
|
Air putih
+ 1000 cc
Tidak ada
Tidak ada
Tida k ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
|
Air putih
+ 600 cc
Sebagian
RL
+ 400 cc
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
|
3.
|
Eliminasi
a. BAB
Frekuensi
Warna
konsistensi
b. BAK
Frekuensi
Warna
Jumlah
|
1x/hari
Khas feses
Keras
Terdapat darah
3 – 4 x/hari
Kuning jernih
+ 800 cc
|
2 hari 1 x
Khas feses
keras
campur darah dan terdapat benjolan
3 x/hari
Kuning jernih
+ 600 cc
|
4.
|
Istirahat
a. Lama tidur
b. Kesulitan mulai tidur
c. Kebiasaan mulai tidur
|
8 – 9 jam
Tidak ada
Malam
|
6 – 7 jam
Gelisah dan meringis
Siang + malam
|
Personal hygiene
a. Mandi
– Frekuensi
– Kebiasaan
mandi
– Bantuan
b. Gosok gigi
c. Cuci rambut
d. Gunting kuku
e. Ganti pakaian
|
2x/hari
Pagi + sore
Tidak ada
2x/hari
1x/2 hari
1x/minggu
2x/hari
|
Belum pernah
–
–
–
–
–
–
1x/hari
|
|
5.
|
Aktivitas
a. Kesulitan dalam melakukan
aktivitas
b. Anjuran badrest
|
Tidak ada
Tidak ada
|
Ya
Ya
|
1.
Data sosial ekonomi
Hemoroid biasanya
terjadi pada semua golongan masyarakat dan biasanya klien dan keluarga
mengelukan bahwa terjadi perubahan dalam penghasilan keluarga sehingga
menimbulkan masalah keuangan keluarga.
1.
Data psikososial
Penampilan, status
emosi, konsep diri, dan kecemasan. Biasanya pasien dan keluarga ditemui
perasaan takut, cemas, marah, dan pasien terlihat gelisah.
1.
Data spritual
Penatalaksanaan ibadah
klien selama sebelum sakit selalu taat beribadah dan selama dirawat klien hanya
bisa berdo’a untuk kesembuhannya.
1.
Pemeriksaan penunjang
2.
Pemeriksaan Hematologi (pemeriksaan darah
lengkap) seperti Hb, Leukosit
3.
Pemeriksaan sigmoskopi
4.
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi,
tekan dan sensitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal
dan spasme sfingter pada pasca operatif.
2.
Resiko infeksi berhubungan dengan
inflamasi vena hemoroidalis
3.
Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan
dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
5.
Intervensi keperawatan NANDA NIC NOC
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi,
tekan dan sensitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit
anorektal dan spasme sfingter pada pasca operatif.
|
v Pain level
Kriteria hasil :
v Mampu mengontrol nyeri ( tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi
nteri, (mencari bantuan)
v Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan menajemen nyeri
v Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
v Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang.
|
Pain Management
–
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presifitas
– Observasi
reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
–
Gunakan teknik komunikasi terpaeutik untuk mengtahui pengalaman nyeri pasien
–
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
–
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
–
Evaluasi brsama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak efektifan
kontrol nyeri masa lampau
–
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
–
Kontrol ligkungan yang dapat mmpengaruhi nyeri sperti suhu ruangaan,
pencahayaan dan kebisingan
–
Kurangi faktor presifitasi nyeri
–
Piih danlakukan penanganan nyeri ( Farmakologi, non Farmakologi, dan
interpesonal)
–
Kaji dan tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
–
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
–
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
–
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
–
Tingkatkan istirahat
–
Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
–
Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
Analgesic
Administration
–
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
–
Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
–
Cek riwayat alergi
–
Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari anlgesic ketika pemberin
lebih dari satu
–
Tentukan piihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
–
Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
–
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk –engubatan nyeri secara teratur
–
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali
–
Pemberin analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
–
Evaluasi efektifitas analgesis, tanda dan gejala
|
2
|
Resiko infeksi berhubungan dengan
inflamasi vena hemoroidalis
|
v Knowledge : infecton
control
Kriteria Hasil :
v Klien bebas dari tanda gejala
infeksi
v Mendeskripsikan proses
pengeluaran penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaan
v Menunjukan kemampuan untuk
mencegah timbuhnya infeksi
v Jumlah leukosit dalam batas
normal.
v Menunjukan perilaku hidup sehat.
|
Infection control (kontrol
infeksi)
–
Bersihkan lingkungan setelah di pakai oleh pasien lain
–
Pertahankan tekhnik isolasi
–
Batasi pengunjung bila perlu
–
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
–
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
–
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
–
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
–
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
–
Ganti letak IV perifer line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
–
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
–
Tingkatkan intake nutrisi
–
Berikan terapi antibiotik bila perlu infection protection (proteksi terhadap
infeksi)
–
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
–
Monitor kerentanan terhadap infeksi
–
Hitung granulosit, Wbc
–
Sering pengunjung terhadap penyakit menular
–
Pertahankan tekhnik aspesis pada pasien yang berisiko
–
Pertahankan tehnik isolasi k/p
–
Berikan perawatan kulit pada area epiderma
–
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, pansa, drainnase
–
Inspeksi kondisi luka/ insis bedah
–
Dorong masukan nutrisi yang cukup
–
Dorong masukan cairan
–
Dorong istirahat
–
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
–
Ajarkan pasien dan kleuarga tanda dan grjala infeksi
–
Ajarkan cara menghidari infeksi
–
Laporkan kecurigaan infeksi
–
Laporkan kultur positif
|
3
|
Konstipasi berhubungan dengan
mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
|
Bowel elimination Hydration
Kriteria hasil :
v Mempertahankan bentuk feses
v Lunak setiap 1-3 hari
v Bebas dari ketidaknyamanan dan kostipasi
v Mengidentifikasi indicator untuk
mencegah konstipasi
v Feses lunak dan berbentuk
|
Constipation / impaction management
–
Monitor tnda dan gejala konstipasi
–
monitor bising usus
–
monitor feses, frekuensi, konsistensi dan volume
–
konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan peningkatan bising usus
–
monitor tanda dan gejala ruptur usus/peritonitis
–
jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien
–
indentifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
–
dukung intake cairan
–
kolaborasi pemberian laksative
–
pantau tanda tanda gejala konstipasi
–
pantau tanda-tanda gejala infeksi
–
memantau gerakan usus, termasuk konsistensi, frekuensi, bentuk, volume dan
warna
–
memantau bising usus
–
konsultasikan dengan dokter tentang penurunan atau kenaikan frekuensi bising
usus
–
pantau tanda-tanda dan gejala pecahnya usus dan atau peritonitis
–
jelaskan etiologi masalah dan pemikiran untuk tindakan untuk pasien
–
menyusun jadwal ke toilet
–
mendorong meningkatkan asupan cairan, kecuali di kontraindikasi kan
–
evaluasi profil obat untuk efek samping gastrointestinal
–
anjurkan pasien atau keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
–
ajarkan pasien atau keluarga bagaimana menjaga buku harian makanan
–
anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat
–
anjurkan pasien/keluarga pada penggunaan yang tepat dari obat pencahar
–
anjurkan pasien/keluarga pada hubungan asupan diet, olahraga, dan
cairan sembelit atau infaksi
–
menyarankan pasien berkonsultasi dengan dokter jika sembelit atau infaksi
terus ada.
–
Menginformasikan pasien prosedur penghapusan manual dari tinja, jika perlu
–
Timbang pasien secara teratur
–
Ajarkan pasien atau keluarga tentang proses pencernaan yang normal
–
Ajarkan pasien/keluarga tentangkerangka waktu untuk resolus sembelit.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Askanda,
Sumitro. 1989, Ringkasan Ilmu Bedah. Jakarta : PT. Bina
Aksara
Dongoes
Moorhouse Geissle, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita
Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 2., FK UI,
Media Aesculapius, Jakarta
Nurarif Huda Amin, dkk. 2015. Asuhan
keperawatan berdasarkan dignosa medis dan NANDA NIC-NOC edisi revisi Jild 2.
Jogjakarta : Penerbit Mediaction Jogja
Price,
Sylvia Anderson. 1989. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta : EGC
Schrock,
Theodore R. 1991. Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
http://debyrahmad.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-hipertiroidisme.html (
Diakses pada tanggal 27 September 2016 )
http:// bumiirwan.blogspot.com/2013/09/lp-hemoroid.html
( Diakses pada tanggal 27 September
2016 )
( Diakses pada tanggal 27 September
2016 )
No comments:
Post a Comment