Sunday, February 17, 2019

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID


1.      Pengertian
Hemoroid adalah dilatasi vena hemoroid interior atau superior. (Kamus Saku Kedokteran Dorland:2010).
Hemoroid (“wasir”) adalah pembengkakan submukosa pada lubang anus yang mengandung pleksus pada lubang vena, dan arteri kecil. Hemoroid interna hanya melibatkan jaringan lubang anus bagian atas (Grace. Pierce A: 2004).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) dibawah atau luar linea dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) diatas atau didalam linea dentate. (Sudoyo Aru,dkk 2009).
2.      ANATOMI FISIOLOGI
Kolon merupakan sambungan dari usus halus, dengan panjang kira – kira satu setengah meter. Dimulai pada katup ileosekal. Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot iliopsoas, kemudian kolon naik sebelah kanan lumbal yang disebut ; kolon asendens, lalu dibawah hati berbeluk pada tempat yang disebut fleksura hepatika.
Selanjutnya kolon berjalan melalui tepi daerah epigastrium dan umbilikal sebagai kolon transversal kemudian membelok sebagai fleksura lienalis dan berjalan melalui daerah kiri lumbal sebagai kolon desendens. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang disebut fleksura sigmoid dan dibentuk kolon sigmoideus dan kemudian masuk ke dalam pervis besar dan menjadi rektum.
Rektum kira – kira sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar. Dimulai dari kolon sigmoid dan berakhir pada saluran anal yang kira – kira 3 cm panjangnya. Saluran ini berakhir pada anus yang diapit oleh otot internus dan otot eksternus.
Usus besar menunjukkan empat morfologi lapisan seperti apa yang ditemukan juga pada usus halus yaitu :

1)      Lapisan serosa.
Merupakan lapisan paling luar, dibentuk oleh peritoneum. Mesenterium merupakan lipatan peritoneum yang lebar, sehingga memungkinkan usus bergerak lebih leluasa. Mesenterium menyokong pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf mensuplai usus. Fungsi dari peritoneum adalah mencegah pergesekan antara organ – organ yang berdekatan, dengan mengekskresikan cairan serosa, yang  berfungsi sebagai pelumas.
2)      Lapisan otot longitudinal
Meliputi usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita, yang disebut taenia koli, taenia bersatu pada sigmoid distal sehingga rektum mempunyai selubung otot yang lengkap.
3)      Lapisan otot sirkuler
Diantara kedua lapisan otot tersebut, terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfe, yang mensuplai usus.
4)      Lapisan mukosa
Lapisan paling dalam tidak mempunyai vili atau rugae dan merupakan salah satu perbedaan dengan usus halus.
Usus besar secara klinis, dibagi dalam separuh bagian kanan dan kiri, menurut suplai darahnya. Arteri mesenterika superior memperdarahi separuh bagian kanan, yaitu sekum, kolon asendens dan dua pertiga proksimal kolon transversal. Arteri mesenterika inferior mensuplai separuh bagian kiri yaitu sepertiga distal kolon mendatar (transversum).
Suplai darah lain pada rektum diselenggarakan oleh arterial haemoroidalis yang berasal dari aorta abdominalis dan arteri iliaka interna.
Venous rektum dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior, dan vena haemorhoidalis superior yang menjadi bagian dari sistem porta yang mengalirkan darah ke hati. Vena haemorhoidalis medial dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Suplai saraf usus besar, dilakukan oleh sistem saraf dengan mengecualikan sfingter eksterna yang diatur oleh sistem volunter. Serabut parasimpatis berjalan melalui nervus vagus, kebagian tengah kolon transversum dan nervus pervikus, yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi, kontraksi dan perangsangan sfingter rektum sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek – efek berlawanan.
Fisiologi kolon dan rektum
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi kolon yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit yang sebagian besar dilangsungkan pada kolon bagian kanan, dan fungsi kolon sigmoid sebagai reservoir untuk dehidrasi massa faeces, sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, sekitar 600 ml/hari dibandingkan dengan 8.000 ml air yang diabsorbsi oleh usus halus. Akan tetapi kapasitas absorbsi usus besar sekitar 2.000 ml/hari. bila jumlah ini dilampaui oleh pengiriman cairan yang berlebihan dari ileum mengakibatkan diare.
Berat akhir faeces yang dikeluarkan perhari sekitar 2.000 gram, 75 % diantaranya berupa air dan sisanya terdiri dari residua makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas dan mineral yang tidak diabsorpsi.
Sangat sedikit pencernaan berlangsung dalam usus besar. Sekresi usus besar mengandung banyak mukus, menunjukkan sekresi alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus bekerja sebagai pelumas dan pelindung mukosa pada peradangan usus.
3.      Etiologi
Menurut Sylvia Anderson P. (1994), Hemorroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemorroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti
1.      Konstipasi/diare
2.      Sering mengejan pada buang air besar yang sulit.
3.      Kongesti pelvia pada kehamilan
4.      Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu lama duduk, merokok)
5.      Pembesaran prostat
6.      Fibroama uteri
7.      Tumor rectum
8.      Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal.
9.      Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat
(sayur dan buah)
10.  Kurang berolahraga/imobilisasi.

4.      Klasifikasi
Hemorroid Interna
Hemoroid  interna dikelompokan dalam 4 derajat :
1.      Derajat satu
Tidak menonjol melalui anus dan hanya dapat ditemukan dengan protoskopi, lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis superior dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan.
2.      Derajat dua
Dapat mengalami prolapsus melalui anus saat defekasi hemoroid ini dapat mengecil secara spontan atau dapat direduksi (dikembalikan ke dalam) secara manual.
3.      Derajat tiga
Mengalami prolapsus secara permanen (kadang dimana varises yang keluar tidak dapat masuk kembali) dengan sendirinya tapi harus didorong. Dalam hal ini mungkin saja varieses keluar dan harus didorong kembali tanpa perdarahan.
4.      Derajat empat
Akan timbul keadaan akut, dimana varieses yang keluar pada saat defekasi tidak dapat didorong masuk kembali hal ini akan menimbulkan rasa sakit. Biasanya ini terdapat trombus yang diikuti infeksi dan kadang-kadang timbul peningkatan rektum.
2.      Hemoroid Eksterna.
Hemoroid eksrterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan hemoroid interna. Tapi hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1.      Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus eksterna akut.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:
– Sering rasa sakit dan nyeri
– Rasa gatal pada daerah hemorid
Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung – ujung saraf pada kulit merupakan reseptor rasa sakit.
1.      Kronik
Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
5.      Patofisiologi
Pada permulaan terjadi varises hemoroidalis, belum timbul keluhan keluhan. Akan timbul bila ada penyulit seperti perdarahan , trombus dan infeksi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis..
6.      Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami trombosis.
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yag keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feces. Dapat hanya berupa gejala pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan intensif dipleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan ”darah arteri”.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada saat defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut hemoroid intern ini perlu didorong masuk lagi. Akhirnya, hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang.
Menurut Sudoyo Aru, dkk 2009, mengatakan bahwa Manifestasi Klinis hemorroid yaitu :
1.      Timbul rasa gatal dan nyeri
2.      Perdarahan berwarna merah terang saat defekasi.
3.      Pembengkakan pada area anus.
4.      Nekrosis pada area sekitar anus.
5.      Perdarahan atau prolaps.

7.      Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan stranggulasi. Hemoroid yang mengalami stranggulasi adalah hemoroid yang mengalami prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani.
8.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan colok dubur
Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum. Pada hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri.
b.      Anoskop
Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.
c.       Proktosigmoidoskopi
Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
d.      Rontgen (colon inloopatau Kolonoskopy

9.      Penatalaksanaan
1 ) Operasi Herniadectomy
2 ) Non operatif
Ø  Untuk derajat I dan II
§  Diet tinggi serat untuk melancarkan BAB.
§  Obat – obat suposituria untuk membantu pengeluaran BAB dan untuk melunakan feces.
§  Anti biotik bila terjadi infeksi.
§  Ijeksi skloretika ( Dilakukan antara mokosa dan varises dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid lalu mengecil).
§  “ Rubber Band Ligation “ yaitu mengikat hemoroid dengan karet elastic kira – kira I minggu, diharapkan terjadi nekrosis.
Ø  Untuk derajat III dan IV
Dapat dilakukan sebagai berikut:
§  Pembedahan
§  Dapat dilakukan pengikatan atau ligation.
§  Dapat dilakukan rendam duduk.
§  Dengan jalan suntikan”Sklerotika” ujntuk mengontrol pendarahan dan kolaps (keluar) hemoroid interna yang kecil sampai sedang.
Bila seorang datang dengan derajat IV tidak boleh langsung di lakukan oprasi, harus di usahakan menjadi derajat III dulu. Dengan cara duduk berendam dengan cairan PK 1/10.000 selama 15 menit, kemudian di kompres dengan larutan garam hipertonik sehingga edema keluar dan kotoran keluar. Biasanya setelah dua minggu akan menjadi derajat III.
Pada wanita hamil, karena akan sembuh setelah kehamilan berakhir, maka tidak perlu di adakan oprasi karena akan membahayakan janin dan varisesnya pun juga akan hilang. Bila ada perdarahan lakukan pengikatan sementara, setelah partus baru di adakan tindakan defenitif.
3)  Terapi Bedah
Ø  Bedah Konvensional
Saat ini ada tiga teknik yang biasa digunakan yaitu:
1.      Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan.
2.      Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
3.      Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis. Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ini harus benar-benar lumpuh.

Ø  Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena saraf rasa nyeri ikut terpatri. Di anus, terdapat banyak saraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut saraf terbuka akibat serabut saraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut saraf dan selubung saraf menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
Ø  Bedah Stapler
Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.Padadasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m.sfingter ini untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat. 
1.      Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan faktor kunci dalam kelangsungan kehidupan pasien dan dalam pelayanan kesehatan dalam aspek pemeliharaan, rehabilitasi serta pencegahan ( Doengoes,2000).
Proses keperawatan adalah kerja perawat saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Proses keperawatan merupakan pendekatan kerja yang sistematis, terorganisasi, fleksibel dan berkelanjutan. Tahap-tahap dalam proses keperawatan saling ketergantungan satu dengan lainya dan bersifat dinamis dan susunan secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap yang satu dengan yang lain. Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan, hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditunjukan untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga (Nursalam,2001).
1.      Pengakajian
Menurut Carpenito-Moyet dan Lynda Juall (2006), pengkajian keperawatan adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi aspek bio,psiko,sosial,spritual dan kultural serta komprehensif.
Pengkajian adalah pemikiran dasar dan proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Nasrul Efendy,1995). Maksud dari pengkajian ini adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien. Data tersebut berasal dari pasien( data primer ),data dari keluarga (data sekunder), data dari catatan yang ada (data tersier), melalui wawancara, observasi langsung dan melihat secara medis.
1.      Identitas pasien meliputi : nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no register/MR, serta penanggung jawab.
2.      Riwayat kesehatan
§  Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Pada umumnya klien mengeluh perih saat buang air besar, feses yang keluar keras, saat BAB terdapat darah setelah feses keluar , dan rasa panas di sekitar rektum.
§  Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Kaji penyakit yang dapat menyebabkan hemoroid seperti (Sembelit, genetic predisposisi, infeksi anal, pembedahan rektal atau episiotomi, hipertensi portal (sirosis), gatal – gatal disekitar rektum.) Pasien pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh atau terulang kembali. Dan pada pasien waktu pengobatan terdahulu tidak dilakukan pembedahan sehingga akan kembali kambuh.

§  Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Mengkaji apakah eluarga klien tidak ada yang menderita penyakit yang sama, penyakit keturunan (seperti diabetes, hipertensi, asma, dll), penyakit menular (seperti hepatitis, HIV/AIDS, TBC, dll)
1.      Pemeriksaan fisik
2.      Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
3.      Tingkat kesadaran : Biasanya tingkat kesadaran pasien compos mentis coompertif.
4.      Berat badan : Biasanya berat badan pasien ada mengalami penurunan dan biasanya juga mengalami kenaikan berat badan.
5.      Tekanan darah :  Biasanya tekanan darah pasien rendah/meningkat.
6.      Suhu : Biasanya suhu pasien meningkat  yaitu ± 39°C
7.      Pernafasan : Biasanya pernafasan pasien dengan frekuensi normal yaitu ± 20 x/i
8.      Nadi : Biasanya pasien mengalami frekuensi denyut nadi meningkat yaitu 120 x/i
2.      Kepala
3.      a) Rambut
Rambut klien bersih, rambut hitam beruban, bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan maupun lesi, tidak ada kelainan lain di kepala.
1.      b)    Mata
Bentuk kedua bola mata simetris, kelopak mata simetris, bulu mata ada, konjungtiva anemis, reflek pupil normal, dibukti dengan cara memakai cahaya penlight didekatkan pupil mengecil dan saat cahaya dijauhkan pupil kembali membesar. Pergerakan bola mata pasien normal dibuktikan dengan cara saat mata pasien mengikuti arah jari pemeriksa.
1.      c)    Telinga
Kedua telinga simetris, telinga bersih tidak ada sekret/kotoran maupun perdarahan, tidak ada lesi maupun massa, tidak ada peradangan, pendengaran pasien baik, terbukti saat pemeriksa berbicara pelan / normal klien mendengar..
1.      d)     Hidung
Bentuk tulang hidung simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada perdarahan maupun sekret / kotoran, tidak ada massa dan nyeri di daerah hidung, penciuman klien normal, dibuktikan dengan cara klien dianjurkan mencium wewangian (parfum, kayu putih, sabun) dan klien menjawab dengan tepat.
1.      e)      Mulut, Lidah, Gigi
Bibir simetris, warna bibir merah muda, bibir lembab, tidak ada lesi, gigi utuh, warna gigi putih, tidak ada karies, keadaan gigi bersih, tidak ada lesi di daerah gusi, tidak ada pembengkakan atau stomatitis.
Bentuk lidah normal, warna lidah pucat, tidak ada kelainan di lidah. Saat dilakukan palpasi di rongga mulut tidak ada pembengkakan maupun nyeri tekan.
Indra perasa klien masih normal, dibuktikan dengan cara saat pemeriksa memberikan perasa dan klien menjawab dengan tepat. Saraf kranial hipoglosal klien normal, terbukti saat klien dapat mengeluarkan dan menggerakan lidah. Gerak otot rahang klien masih bekerja dengan baik.
2)      Leher
Bentuk leher normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada massa, reflek menelan klien baik, saraf kranial asesori klien baik, dibuktikan  saat klien di minta untuk menengok ke kiri / kanan kemudian ditahan oleh pemeriksa.
3)      Dada, Payudara, dan Ketiak
Tidak ada kelainan di daerah dada, bentuk dada simetris, ekspansi dada seimbang, terbukti saat pemeriksa merasakan getaran dan keseimbangan di punggung klien saat klien bernafas. Traktil fremitus klien seimbang dibuktikan dengan cara saat pemeriksa meletakan kedua tangan di punggung klien pada saat klien mengucapkan bilangan “tujuh – tujuh”. Suara pernafasan jernih, tidak ada suara tambahan, irama nafas klien teratur dan normal.
Tidak ada suara tambahan pada jantung, irama jantung teratur dan normal.
Tidak ada edema di daerah payudara, bentuk payudara simetris, tidak ada massa dan lesi, tidak ada keluaran di daerah putting.
Tidak ada edema, massa maupun lesi di daerah ketiak, tidak ada kelainan lain, tidak ada nyeri tekan.
4)      Abdomen
Bentuk perut datar, simetris, tidak ada kelainan lain, Nyeri tekan pada abdomen, bisa terjadi konstipasi., bising usus klien normal yaitu 9x/menit, Posisi umbilikal normal, tidak ada peradangan ataupun keluaran, keadaan umbilikal bersih, tidak ada kelainan lain pada umbilikal.
5)    Genitalia dan anus
Alat genetalia pasien biasanya kotor, Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus, terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan.
6)    Kulit dan Kuku
Kulit tidak ada lesi maupun edema, warna kuku merah muda, bentuk kuku normal, kuku tebal, tekstur kuku lembut, turgor kulit normal..
7)    Ekstermitas
a)      Atas
Bentuk kedua tangan simetris, tidak ada kelainan lain, reflek bisep dan trisep klien normal, terbukti saat dilakukan ketukan di lekukan sikut dan di sikut menggunakan reflek hammer adanya gerakan spontan di ujung ekstermitas. tingkat kekuatan otot klien 4 dari 5 (cukup kuat tetapi tidak dengan kekuatan penuh dan dapat menahan tahanan)
b)       Bawah
Bentuk kedua kaki simetris, tidak ada kelainan lain, reflek patella normal dibuktikan dilakukan ketukan di lutut menggunakan reflek hammer adanya gerakan spontan di ujung ekstermitas. Tingkat kekuatan otot kaki klien yaitu 5 dari 5 (kekuatan kontraksi penuh dan dapat menahan tahanan dengan baik)

1.      Data Pola Kebiasaan Sehari-hari
No
Kebutuhan
Sebelum sakit
Sesudah sakit
1.
Nutrisi
a.  BB/TB
b.  Diit terakhir
c.  Kemampuan mengunyah
–     Mengunyah
–     Menelan
–     Bantuan total/sebagian
d. Frekuensi makan
e.  Porsi makan
f.   Makanan yang di sukai
g.  Makanan yang menimbulkan alergi

47 kg/140 cm
Nasi

Baik
Baik
Tidak ada
3x/hari
1 porsi
Tidak terkaji
Tidak ada

47 kg/140 cm
BN 1600 kal

Baik
Baik
Sebagian
3x/hari
1/2 porsi
Tidak terkaji
Tidak ada
2.
Cairan
a.  Intake
–       Oral
Jenis
Jumlah
Bantuan total/sebagian
–       Intervensi
Jenis
jumlah
b.  Output
–       Sunction
–       Drain
–       Muntah

Air putih
+ 1000 cc
Tidak ada
Tidak ada
Tida k ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Air putih
+ 600 cc
Sebagian
RL
+ 400 cc

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
3.
Eliminasi
a.  BAB
Frekuensi
Warna
konsistensi
b.  BAK
Frekuensi
Warna
Jumlah

1x/hari
Khas feses
Keras
Terdapat darah
3 – 4 x/hari
Kuning jernih
+ 800 cc


2 hari 1 x
Khas feses
keras
campur darah dan terdapat benjolan
3 x/hari
Kuning jernih
+ 600 cc
4.
Istirahat
a.  Lama tidur
b.  Kesulitan mulai tidur
c.  Kebiasaan mulai tidur

8 – 9 jam
Tidak ada
Malam

6 – 7 jam
Gelisah dan meringis
Siang + malam
Personal hygiene
a.  Mandi
–     Frekuensi
–     Kebiasaan mandi
–     Bantuan
b.  Gosok gigi
c.  Cuci rambut
d. Gunting kuku
e.  Ganti pakaian

2x/hari
Pagi + sore
Tidak ada
2x/hari
1x/2 hari
1x/minggu
2x/hari

Belum pernah
1x/hari
5.
Aktivitas
a.  Kesulitan dalam melakukan aktivitas
b.  Anjuran badrest

Tidak ada

Tidak ada

Ya

Ya

1.      Data sosial ekonomi
Hemoroid biasanya terjadi pada semua golongan masyarakat dan biasanya klien dan keluarga mengelukan bahwa terjadi perubahan dalam penghasilan keluarga sehingga menimbulkan masalah keuangan keluarga.
1.      Data psikososial
Penampilan, status emosi, konsep diri, dan kecemasan. Biasanya pasien dan keluarga ditemui perasaan takut, cemas, marah, dan pasien terlihat gelisah.
1.      Data spritual
Penatalaksanaan ibadah klien selama sebelum sakit selalu taat beribadah dan selama dirawat klien hanya bisa berdo’a untuk kesembuhannya.
1.      Pemeriksaan penunjang
2.      Pemeriksaan Hematologi (pemeriksaan darah lengkap) seperti Hb, Leukosit
3.      Pemeriksaan sigmoskopi
4.      Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekan dan sensitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pasca operatif.
2.      Resiko infeksi berhubungan dengan inflamasi vena hemoroidalis
3.      Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
5.      Intervensi keperawatan NANDA NIC NOC
No
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
1
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekan dan sensitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pasca operatif.

v  Pain level
Kriteria hasil :
v  Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nteri, (mencari bantuan)
v  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menajemen nyeri
v  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
v  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

 Pain Management
–          Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presifitas
–          Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
–          Gunakan teknik komunikasi terpaeutik untuk mengtahui pengalaman nyeri pasien
–          Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
–          Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
–          Evaluasi brsama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak efektifan kontrol nyeri masa lampau
–          Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
–          Kontrol ligkungan yang dapat mmpengaruhi nyeri sperti suhu ruangaan, pencahayaan dan kebisingan
–          Kurangi faktor presifitasi nyeri
–          Piih danlakukan penanganan nyeri ( Farmakologi, non Farmakologi, dan interpesonal)
–          Kaji dan tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
–          Ajarkan tentang teknik non farmakologi
–          Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
–          Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
–          Tingkatkan istirahat
–          Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
–          Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
Analgesic Administration
–          Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
–          Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
–          Cek riwayat alergi
–          Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari anlgesic ketika pemberin lebih dari satu
–          Tentukan piihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
–          Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
–          Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk –engubatan nyeri secara teratur
–          Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali
–          Pemberin analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
–          Evaluasi efektifitas analgesis, tanda dan gejala
2
Resiko  infeksi berhubungan dengan inflamasi vena hemoroidalis

v  Knowledge : infecton control
Kriteria Hasil :
v  Klien bebas dari tanda gejala infeksi
v  Mendeskripsikan proses pengeluaran penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaan
v  Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbuhnya infeksi
v  Jumlah leukosit dalam batas normal.
v  Menunjukan perilaku hidup sehat.

 Infection control (kontrol infeksi)
–          Bersihkan lingkungan setelah di pakai oleh pasien lain
–          Pertahankan tekhnik isolasi
–          Batasi pengunjung bila perlu
–          Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
–          Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
–          Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
–          Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
–          Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
–          Ganti letak IV perifer line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
–          Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
–          Tingkatkan intake nutrisi
–          Berikan terapi antibiotik bila perlu infection protection (proteksi terhadap infeksi)
–          Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
–          Monitor kerentanan terhadap infeksi
–          Hitung granulosit, Wbc
–          Sering pengunjung terhadap penyakit menular
–          Pertahankan tekhnik aspesis pada pasien yang berisiko
–          Pertahankan tehnik isolasi k/p
–          Berikan perawatan kulit pada area epiderma
–          Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, pansa, drainnase
–          Inspeksi kondisi luka/ insis bedah
–          Dorong masukan nutrisi yang cukup
–          Dorong masukan cairan
–          Dorong istirahat
–          Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
–          Ajarkan pasien dan kleuarga tanda dan grjala infeksi
–          Ajarkan cara menghidari infeksi
–          Laporkan kecurigaan infeksi
–          Laporkan kultur positif
3
Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.


Bowel elimination Hydration
Kriteria hasil :
v  Mempertahankan bentuk feses
v  Lunak setiap 1-3 hari
v  Bebas dari ketidaknyamanan dan kostipasi
v  Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
v  Feses lunak dan berbentuk




Constipation / impaction management
–          Monitor tnda dan gejala konstipasi
–          monitor bising usus
–          monitor  feses, frekuensi,  konsistensi dan volume
–          konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan peningkatan bising usus
–          monitor tanda dan gejala ruptur usus/peritonitis
–          jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien
–          indentifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
–          dukung intake cairan
–          kolaborasi pemberian laksative
–          pantau tanda tanda gejala konstipasi
–          pantau tanda-tanda gejala infeksi
–          memantau gerakan usus, termasuk konsistensi, frekuensi, bentuk, volume dan warna
–          memantau bising usus
–          konsultasikan dengan dokter tentang penurunan atau kenaikan frekuensi bising usus
–          pantau tanda-tanda dan gejala pecahnya usus dan atau peritonitis
–          jelaskan etiologi masalah dan pemikiran untuk tindakan untuk pasien
–          menyusun jadwal ke toilet
–          mendorong meningkatkan asupan cairan, kecuali di kontraindikasi kan
–          evaluasi profil obat untuk efek samping gastrointestinal
–          anjurkan pasien atau keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
–          ajarkan pasien atau keluarga bagaimana menjaga buku harian makanan
–          anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat
–          anjurkan pasien/keluarga pada penggunaan yang tepat dari obat pencahar
–          anjurkan pasien/keluarga  pada hubungan asupan diet, olahraga, dan cairan sembelit atau infaksi
–          menyarankan pasien berkonsultasi dengan dokter jika sembelit atau infaksi terus ada.
–          Menginformasikan pasien prosedur penghapusan manual dari tinja, jika perlu
–          Timbang pasien secara teratur
–          Ajarkan pasien atau keluarga tentang proses pencernaan yang normal
–          Ajarkan pasien/keluarga tentangkerangka waktu untuk resolus sembelit.































DAFTAR PUSTAKA

Askanda, Sumitro. 1989, Ringkasan Ilmu Bedah. Jakarta : PT. Bina Aksara

Dongoes Moorhouse Geissle, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 2., FK UI,
Media Aesculapius, Jakarta
Nurarif Huda Amin, dkk. 2015. Asuhan keperawatan berdasarkan dignosa medis dan NANDA NIC-NOC edisi revisi Jild 2. Jogjakarta : Penerbit Mediaction Jogja

Price, Sylvia Anderson. 1989. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta : EGC

Schrock, Theodore R. 1991. Ilmu Bedah. Jakarta : EGC


http:// bumiirwan.blogspot.com/2013/09/lp-hemoroid.html
( Diakses pada tanggal 27 September 2016 )

( Diakses pada tanggal 27 September 2016 )

No comments:

Post a Comment

MENCUCI TANGAN DENGAN LARUTAN BERBAHAN DASAR ALKOHOL

LOGO RUMAH SAKIT MENCUCI TANGAN DENGAN LARUTAN BERBAHAN DASAR ALKOHOL NomorDokumen :     /RS UD ...